
Arief Wahyudi, Anggota Komisi C DPRD Kota Malang. (Foto: Dokumen Malang Post)
MALANG POST – Ranperda tentang Parkir terbaru di Kota Malang kelihatannya masih belum bisa disahkan dalam waktu dekat. Masih butuh waktu panjang untuk dibahas antara eksekutif dengan Pansus DPRD Kota Malang.
“Draft Ranperda Parkir saat ini kami kembalikan ke eksekutif. Karena masih ada beberapa hal yang belum jelas, dan itu perlu dimasukkan dalam Ranperda,” ujar Arief Wahyudi, Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, saat dihubungi Malang Post, Jumat (13/6/2025).
Menurut Arief Wahyudi, salah satu yang belum jelas dalam draft itu adalah soal pertanggungjawaban apabila ada kehilangan kendaraan roda dua (motor) atau mobil. “Siapa yang bertanggungjawab memberi ganti rugi apabila ada kejadian kendaraan parkir yang hilang. Apakah tanggung jawab juru parkir (jukir) atau pengelola parkir?” papar Arief yang juga politisi PKB ini.
Persoalan itu, lanjut Arief, belum tercantum dalam draft Ranperda Parkir terbaru. Ini penting untuk memberi kepastian ke masyarakat pengguna jasa parkir.
Kedua, perihal pemanfaatan lahan parkir di toko-toko modern. Apa itu masuk retribusi parkir yang ditangani Dinas Perhubungan (Dishub) atau masuk pajak parkir yang dikelola Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Perihal ini juga belum asa kejelasan dalam draft Ranperda Parkir terbaru.
Juga masalah tarif parkir, lanjut Arief, apakah tarif itu termasuk helm. Karena ada, mall yang menarik tarif parkir sekaligus tarif helm. Parkir motor tarifnya Rp 3.000 per sekali parkir, tetapi saat keluar dari parkir di mall itu masyarakat ditarik Rp 4.000, dengan alasan yang Rp 1.000 adalah tarif untuk helm.
Demikian juga definisi parkir juga harus jelas. Parkir itu apa. Karena jangan sampai masyarakat yang hanya lewat di area parkir ditarik retribusi parkir. Seperti halnya di kawasan Terminal Arjosari, Kota Malang. Padahal, area parkir itu satu-satunya akses keluar dari pintu terminal. Sebab, satu-satunya akses jalan di luar area parkir ada rambu larangan lewat.
Selain itu, masalah larangan jual beli lahan parkir juga belum diatur dalam Ranperda terbaru itu. “Lahan pinggir jalan itu kan milik pemerintah, sehingga seharusnya pengelola parkir tidak dapat memperjual-belikannya. Lha ini juga belum diatur dalam Ranperda terbaru itu,” jelas Arief Wahyudi.
Informasi yang diperoleh Malang Post, pindah tangan atau jual beli lahan parkir di Kota Malang bukan hal baru. Sering terjadi. Kalaupun bukan jual beli, biasanya lahan parkir itu pindah pengelola dengan perjanjian sewa. Besaran jual beli atau sewa tergantung luas lahan dan keramaian dari parkir itu.
“Jadi kami tak mau menerima draft ranperda itu secara gelundungan dari eksekutif. Tetapi, perlu kami teliti. Kalau kami terima secara gelundungan, ya tentu Ranperda Parkir itu cepat selesai,” jelas Arief.
Karena tujuan dari Ranperda baru itu untuk menata perparkiran di Kota Malang lebih baik, dan untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat, kata Arief, tentu draf itu harus lengkap dan jelas. “Draft Ranperda Parkir itu sudah dua kali kami bahas. Tetapi, belum lengkap dan belum jelas. Masih ada di sana sini yang perlu perbaikan, sehingga dikembalikan ke eksekutif,” pungkas politisi senior itu.
Diberitakan sebelumnya, Walikota Malang, Wahyu Hidayat, berusaha menghilangkan stigma ‘Kota Malang Kota Parkir’ melalui Ranperda terbaru. Di dalam regulasi terbaru itu, soal penyelenggaraan perparkiran akan diatur lebih ketat dan lebih baik.
Walikota Wahyu Hidayat mengakui, dia kerap mendapat keluhan terkait parkir liar di Kota Malang. Karena itu, diajukan perubahan atas Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perpakiran kepada DPRD Kota Malang.
“Sering saya jumpai keluhan-keluhan di medsos yang mengatakan Malang Kota Parkir. Untuk itu, beberapa hal yang dibahas terkait nilai, harga, pola, kerja sama dan lain-lain. Jadi tidak bisa serta merta menyelenggarakan perparkiran,” ujar Wahyu ketika itu. (Eka Nurcahyo)