MALANG POST – Dua tahun lebih warga RW 10 dan RW 11 Kelurahan Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang harus mencium bau badheg (bau tak sedap yang menyengat hidung-red). Bau badheg itu berasal dari limbah rumah pemotongan ayam (RPA) di dua tempat. Yaitu RPA di Jl Selat Bengkalis RW 11 dan RPA di RW 03.
Limbah ayam potong itu langsung dibuang ke selokan yang mengalir di lingkungan Perumahan Dirgantara RW 11 dan RW 10. Posisi RPA di Jl Selat Bengkalis berhimpitan dengan sekolah PAUD dan MI Al Huda di samping kirinya dan masjid sebuah pondok pesantren di samping kanannya.
“Baunya tak sedap dan menyengat hidung. Dampaknya ke para siswa dan tentu mengganggu kesehatan. Guna meminimalisir bau itu, para siswa sampai memakai masker. Bau itu juga jelas mengganggu kegiatan belajar mengajar,” ujar Hamami, guru MI Al Huda.
Guna meminimalisir bau tak sedap, pihak sekolah pun sampai-sampak harus membangun tembok tinggi. “Kami memang tak ingin menghalangi orang yang berupaya mencari rezeki. Hanya saja, ayo saling menghormati. Urus yang benar usaha itu. Jangan sampai membikin susah masyarakat sekitar,” katanya.
Protes warga terkait bau badheg yang menyengat juga disampaikan Ketua RW 10, Kaka Erpeutera. Bahkan akibat bau tak sedap dari pembuangan limbah RPA yang diduga tak kantongi izin itu, di wilayahnya bertebaran spanduk protes.
Pemilik RPA, Fitri, didampingi dua kuasa hukumnya saat berdialog dengan Ketua RW 11 disaksikan para warga. (Foto: Eka Nurcahyo/Malang Post)
Upaya mencari solusi terkait bau tak sedap itu pun sekitar tiga bulan lalu telah dilakukan. Ada proses mediasi antar warga yang diwakili pengurus RW 10 dan RW 11 dengan pemilik usaha RPA. Sebagai mediatornya adalah Camat Kedungkandang dan Lurah Lesanpuro.
Ketika itu ada titik temu. Pemilik RPA sepakat menutup usahanya tiga bulan kemudian. Kalau dihitung, yaitu pada 1 Desember 2024 tutup dan pindah. Tetapi pemilik RPA ingkar janji. Hingga kini RPA itu tetap buka.
Merasa jengkel karena berkali-kali peringatan dan protes warga tak didengar pemilik RPA, maka pada Senin (9/12/2024) warga RW 11 dan RW 11 ramai-ramai mendatangi RPA di Jl Selat Bengkalis.
Warga RW 10 dan 11 berkumpul di Balai RW 11 dan sekira pukul 20.30 WIB bergerak ke RPA. Mereka pun menasang sejumlah spanduk yang inti isinya menolak usaha RPA di Jl Selat Bengkalis itu. Spanduk-spsnduk itu dipasang di pintu masuk tempat usaha RPA di Jl Selat Bengkalis.
“Baunya benar-benar badheg. Warga begitu buka pintu, yang menyambut pertama kali, ya bau badheg dari limbah RPA itu,” ujar Bangun Pambagio, wakil ketua RW 10.
Yaumil selaku Ketua RW 11 mengungkapkan, bahwa kini warganya sudah merasa jengkel. Sudah dua tahun lebih bersabar mencium bau menyengat tak sedap. Yaumil membenarkan ada dua RPA yang limbahnya mengalir di saluran wilayah RW 11 dan RW 10.
“Memang sudah ada kesepakatan bahwa pemiliknya akan menutup dan memindah RPA-nya. Mestinya, 1 Desember lalu. Tetapi hingga kini tetap beroperasi,” ujarnya.
Karena itu, dia bersama pengurus RW 11 dan RW 10 dan para ketua RT berikut pengurus di dua wilayah RW itu serta para warga, mendatangj tempat usaha RPA milik pasutri, Rokhim dan Fitri itu.
Seusai memasang spanduk protes dan penolakan RPA, para pengurus RW 11 dan 10 berusaha mendatangi rumah tempat tinggal pasutri Rokhim dan Fitri yang jaraknya tidak jauh dari RPA. Sekirar 100 meter. Tetapi, pemilik RPA itu tak menemuinya, meski pintu pagar rumah diketuk berkali-kali.
Akhirnya warga kembali ke RPA. Belum lama di RPA, ada telepon bahwa pemilik RPA bersama kuasa hukumnya akan menemui warga. Benar juga, Rokhim dan Fitri bersana anak dan kuasa hukumnya datang untuk menemui warga.
Setelah berdiialog dengan ketua RW 11, Yaumil dan perwakilan dari RW 10, Bangun Pambagio, akhirnya pemilik RPA sepakat memilih opsi hanya jualan ayam seperti sebelum dijadikan RPA Dan dia bersedia untuk menutup usaha RPA-nya sejak malam ini. “Saya mohon maaf, dan ikhlas untuk tidak memotong ayam di rumah ini,” ujar Fitri yang disaksikan para warga.
Pada Selasa (10/12/2024), kuasa hukum pemilik RPA, Irwina Vindri SH dan Achmad Walidun Ni’am SH, akan membikin surat hasil kesepakatan itu. “Kami buatkan surat terkait hasil kesepakatan malam ini,” kata Vivin, sapaan akrab Irwina Vindri SH.(Eka Nurcahyo)
Penyebab bau busuk di ruas jalan pembatas antara rw 10 dan rw 11 kel lesanpuro, sebenarnya tidak sepenuhnya akibat dari RPA di jln selat bengkalis saja, tetapi dari RPA di RT yg lain, tetapi penyebab yg utama adalah Got / saluran yg membujur dari timur ke barat sepanjang jln simpang dirgantara -dirgantara 1, yg merupakan batas wilayah rw 10 dan rw 11 tidak Lancar, krn pengerukan dasar saluran yg tdk mempertimbangkan kemiringan dasar saluran. Semoga bisa dipertimbangkan.
Coba kalo pemiliknya ngasih ayam ke setiap rumah tiap Minggu pasti ga bakalan ditutup 🤣