MALANG POST – Meski telah menunjukkan kualitasnya sebagai kota wisata terkemuka, pariwisata Kota Batu dinilai masih menyisakan problem. Salah satunya masih fokus pada wisata buatan.
Melihat hal tersebut, Ketua Forum Desa Wisata (Fordewi) Kota Batu Mochammad Dadi menyatakan, potensi wisata di Kota Batu selain wisata artifisial sangatlah besar. Apalagi wisata yang berbasis desa, dimana di Kota Batu ada 19 desa dan lima kelurahan.
“Masing-masing wilayah memiliki keunikan dan daya tarik wisatanya sendiri-sendiri. Ada yang menjadi kampung batik, kampung gamelan, kampung sayur dan buah, serta magnet wisata lainnya yang berbasis di desa,” papar Dadi, Rabu (6/11/2024).
Sebab itu, pihak berharap, Wali Kota Batu yang baru bisa membangun pariwisata Kota Batu bukan hanya berfokus dari sisi wisata artifisial saja. Namun bisa berbasis sejarah, budaya dan hasil alam.
“Batu ini potensinya besar. Dari dulu sudah jadi jujukan wisatawan. Kunjungan turis asing juga sudah masuk. Tapi kalau dari kami pegiat desa wisata, kami ingin pembangunan wisata bukan hanya dari wisata artifisial namun juga yang berkonteks dengan alam juga,” paparnya.
Saat ini wisatawan yang datang ke Kota Batu sudah menganggap bahwa Kota Batu seperti kampung halamannya sendiri. Karena itu, mereka mau kembali lagi ke Kota Batu.
Meski begitu, menurut Dadi cepat atau lambat, para wisatawan akan ada bosannya jika wisata di Kota Batu itu-itu saja. Namun jika diberi pilihan lain yang memiliki kesan bagi mereka, dipastikan tidak akan bosan dan terus kembali.
“Saat ini wisatawan kok saya lihat sudah mulai bosan karena tujuan ke Batu itu-itu saja. Mereka ingin ada yang baru, dapat pengalaman baru, dapat kesan baru. Jadi orang yang datang itu dapat kesan yang ‘nyantol’ di hatinya dan ingin kembali,” katanya.
Mewujudkan hal itu, pembangunan desa wisata menjadi salah satu jawaban mengatasi kebosanan para wisatawan di Kota Batu. Namun kata Dadi, pemerintah harus mendukung secara total pembangunan desa wisata.
Sehingga para pegiat desa wisata ini bisa berinovasi dan lebih giat lagi untuk membangun wisata berbasis desa. Sebab jika tidak didukung, maka pegiat desa wisata tidak bisa leluasa untuk mengekspresikan keinginan melalui inovasi terbaru.
Salah satu dukungan pemerintah yang bisa diwujudkan, contohnya memudahkan para pegiat desa wisata dalam pengurusan izin pembangunan pusat wisata di desa.
Dengan mengulurkan tangan membantu pengurusan izin pembangunan wisata desa, maka para pegiat desa wisata bisa aktif dan ikut andil dalam kemajuan wisata kota.
Selain itu, dukungan terbaik dari pemerintah untuk wisata berbasis desa adalah penyelesaian masalah sampah yang saat ini menjadi problem utama.
Ketika suatu kota namanya sudah besar, wisatanya terkenal, namun tidak bersih, sampah menumpuk di mana-mana, maka wisatawan akan enggan datang kedua kalinya.
“Pemerintah jangan fokus pembangunan wisata besar-besar saja yang dipermudah perizinannya. Kami yang berbasis desa ini juga harus diperhatikan. Lalu pengelolaan sampah di kota wisata. Ini krusial, ketika suatu kota, desa wisata tidak dikukng kebersihan yang maksimal ya eman juga, muspro,” katanya. (Ananto Wibowo).