MALANG POST – Kontestan Pilkada Kota Batu menelurkan tiga bakal calon kepala daerah (Bacakada). Dari ke-tiga bacakada itu, memiliki latar belakang berbeda mulai dari petani, pengusaha hingga selebriti.
Selain latar belakang bacakada, saat ini yang menjadi sorotan publik adalah cakada asli daerah dan cakada pendatang. Dengan adanya fenomena tersebut, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang, Dr. Nurbani Yusuf menilai, persaingan ini membawa dinamika baru dalam kontestasi politik lokal, terutama terkait sentimen identitas dan kompetensi.
“Putra daerah biasanya memiliki keterikatan emosional yang lebih kuat dengan masyarakat setempat. Mereka sering dianggap lebih memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat,” tutur Nurbani, Kamis (12/9/2024).
Calon asli daerah telah lama berinteraksi dengan berbagai kelompok di daerah tersebut, sehingga sering kali dianggap lebih mampu merespon permasalahan yang ada.
“Putra daerah cenderung memiliki jaringan dukungan yang lebih luas di komunitas lokal, termasuk dari tokoh masyarakat dan organisasi. Ini bisa memberikan keuntungan dalam kampanye,” jelasnya.
Selain itu, pengalaman dalam memahami dinamika sosial, ekonomi dan budaya daerah bisa menjadi nilai tambah bagi putra daerah yang mungkin lebih familiar dengan isu-isu lokal.
Di sisi lain, calon pendatang baru seringkali datang dengan membawa visi dan gagasan segar yang dianggap bisa membawa perubahan. Dimana calon pendatang baru biasanya menawarkan perspektif dari luar yang mungkin lebih objektif dan inovatif.
Mereka membawa ide-ide baru yang bisa menjadi solusi bagi stagnasi politik lokal. Meskipun begitu, tidak jarang calon pendatang baru menghadapi tantangan berupa resistensi dari masyarakat yang lebih cenderung mendukung tokoh lokal.
“Ada kecenderungan masyarakat di beberapa daerah untuk lebih memilih calon asli yang mereka kenal, daripada pendatang baru yang belum tentu sepenuhnya memahami dinamika lokal,” kata dosen asal Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji ini.
Pendatang baru mungkin menghadapi tantangan dalam membangun kepercayaan dengan pemilih. Ada kalanya mereka dianggap sebagai orang luar yang tidak memahami karakteristik daerah.
Kemudian mengenai integritas dan niat baik para calon. Nurbani menjelaskan, bahwa seringkali calon pendatang baru dicurigai hanya sekadar mencari popularitas atau kekuasaan di daerah tersebut, sementara calon asli dianggap lebih memiliki ikatan moral dan tanggung jawab terhadap kemajuan Kota Batu.
“Namun, pada akhirnya semua kembali pada kemampuan calon dalam menyampaikan program kerja dan mendekatkan diri dengan masyarakat. Baik calon asli maupun pendatang baru, mereka harus mampu menunjukkan komitmen dan kompetensi yang nyata jika ingin memenangkan hati pemilih,” jelas Nurbani.
Terkadang, isu-isu tertentu yang relevan dengan masyarakat juga bisa menjadi faktor penentu. Siapa yang lebih baik dalam mengangkat dan menyelesaikan isu-isu ini dapat mempengaruhi hasil pemilihan.
Ketersediaan sumber daya untuk kampanye, termasuk dana, juga mempengaruhi persaingan. Pendatang baru dengan sumber daya yang kuat bisa menjadi pesaing yang serius.
Pilkada serentak kali ini diprediksi akan berlangsung sengit, terutama di Kota Batu dengan tingkat keterbukaan yang tinggi terhadap perubahan. Ada calon pendatang baru yang mencalonkan diri menunjukkan bahwa persaingan politik di tingkat daerah semakin terbuka dan dinamis.
“Terpenting, masyarakat harus lebih cermat dalam memilih pemimpin. Identitas lokal penting, tapi yang lebih penting adalah kapasitas dan integritas dari calon itu sendiri,” katanya.
Dalam konteks ini, baik putra daerah maupun pendatang baru perlu mengembangkan strategi yang efektif untuk menarik pemilih, baik melalui kampanye yang berbasis pada keakraban lokal maupun inovasi yang menjawab tantangan daerah. (Ananto Wibowo)