MALANG POST – Penjabat (Pj) Wali Kota Malang, Iwan Kurniawan menggelar rapat tertutup bersama Dinas Lingkungan Hidup. Di kawasan TPA Supiturang, Mulyorejo, Sukun, Selasa (27/08/2024).
Hasilnya, Pemkot Malang melalui DLH, mengusulkan program bahan bakar alternatif dari bahan-bahan sampah. Biasa disebut refuse derived fuel (RDF). Karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi pada penerapannya.
“Setiap hari, kita garap 120 ton sampah, di atas lahan seluas 1,8 hektare di kawasan Supiturang. Sementara sampah yang dihasilkan masyarakat, perharinya mencapai 700 ton.”
“Dari fakta tersebut, kami berharap program RDF ini bisa diimplementasikan oleh DLH. Mengingat program RDF ini, sebenarnya sudah diinisiasi cukup lama dari Jakarta,” jelas Pj Wali Kota, Iwan Kurniawan.
Untuk merealisasikan program RDF. Sekaligus bisa berkembang dan lebih maju, Pj Wali Kota meminta harus ada peminatnya. Atau istilahnya ada offtaker. Dengan didahului perhitungan oleh Sekkota dan DLH.
PAPARAN: Pj Wali Kota Malang, Iwan Kurniawan usai rapat pertemuan tertutup di kawasan TPA Supiturang, Mulyorejo, Sukun. Menyampaikan ke awak media terkait hasil rapatnya, Selasa (27/08/2024). (foto : Iwan Irawan/Malang Post)
Jika hal itu bisa direalisasi, serta diterapkan dengan baik dan benar, sebutnya, akan berpotensi menghasilkan pendapatan tambahan bagi PAD Kota Malang.
“Apalagi TPA Supiturang Mulyorejo ini, pengelolaan sampahnya sudah terpadu (TPSP). Layak mendapatkan sokongan dari bank dunia.”
“Semoga pada 2025 atau 2026, RDF ini bisa terealisasikan. Kami yakin, jika penerapan RDF ini sudah jalan, operasional manajemen TPA Supiturang ini bisa mandiri. Termasuk mandiri dari TPSP yang ada,” sambungnya.
Untuk kebutuhan program RDF tersebut, Iwan Kurniawan menyebut bakal membutuhkan dana talangan dari Pemkot Malang. Sebelum dipenuhi oleh bank dunia.
“Tahun pertama, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp55 miliar. Usulan anggaran itu sudah berproses, tinggal kapan bisa tereksekusinya.”
“Anggaran itu bukan lewat APBD Kota Malang. Melainkan lewat APBN. Sebab pelaksanaannya berlangsung selama lima tahun,” kata Direktur Perencanaan di Kementerian Dalam Negeri ini.
Di luar program RDF, Iwan menegaskan, pengelolaan sampah di TPS harus bisa menjadi percontohan bagi lainnya. Pada lima TPS, harus ada ketersediaan sarana prasarana (sarpras) yang memadai. Mulai dari pagar pengamanan, tempat pembuangan air lindi, serta fasilitas lainnya.
“Di beberapa TPS, seperti di Sulfat dan Muharto, masih belum tertib dan banyak yang berserakan. Kami butuh kesadaran dan kepedulian masyarakat. Ditambah upaya penyelesaian dari DLH. Contohnya, pola perubahan pembuangan sampah. Mulai dari rumah warga, TPS hingga ke TPA. Harus tertib dan tertata serta teratur,” bebernya.
Di tempat yang sama, Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Wijaya menambahkan, kebutuhan biaya operasional manejemen penerapan program RDF, diperkirakan Rp7,5 miliar pertahun. Hasil dari RDF itu sendiri, dipastikan mencapai puluhan miliar rupiah.
“Program RDF ini, pengganti bahan bakar batu bara. Keberadaannya sangat dibutuhkan oleh perusahaan penyedia energi. Salah satunya energi listrik PJB di Paiton Probolinggo.”
“Program RDF ini, ke depannya sangat menjanjikan. Kita akan berkolaborasi dengan offtaker, karena nanti mereka menjadi bagian dari mitra (pelanggan),” tambah Rahman.
Sedangkan menyoal perubahan pengolahan sampah di TPS. Salah satunya dengan menjadikan lima TPS sebagai pilot project, Rahman mengaku, segera memperbaiki dan meningkatkan keberadaannya. Seperti di TPS Sulfat, Muharto, Pandanwangi, Merjosari dan Kedungkandang.
“Kita akan perbaiki dan lakukan perubahan desainnya. Mulai pagar pengaman, tempat pembuangan air lindi dan fasilitas lainnya.”
“Kita akui, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA butuh waktu. Mengingat satu TPS, terkadang bisa tiga sampai empat rit pengangkutan,” tuturnya.
Untuk menjadikan lima TPS sebagai pilot project, jelasnya, dilakukan lewat program LSDP dengan anggaran dari bank dunia pada lima tahun, sebesar Rp185 miliar.
Pemkot Malang diharapkan menyediakan dana talangan. Nantinya akan diklaimkan ke Kemendagri atau bank dunia. Di tahun pertama, skema penganggarannya sebesar Rp55 miliar.
“Perlu kami sampaikan, pengembangan pengelolaan sampah di Indonesia, yang mendapatkan bantuan dari bank dunia dan menjadi pilot project, ada di tiga daerah. Yakni Kota Malang, Palembang dan Banjarmasin.”
“Pak Pj Wali Kota lagi berjuang untuk mendapatkan skema penganggaran tahun pertama, sebesar Rp55 miliar tersebut,” pungkasnya. (Iwan Irawan – Ra Indrata)