MALANG POST – Ketua RT 6 RW 8, Kelurahan Karang Besuki, Sukun, Hartono, mengakui jika rumah miliknya yang didirikan di kavling nomor 21 di Perumahan Sigura-gura Regency, berdiri di atas fasilitas umum (fasum). Yang awalnya akan disiapkan untuk pembangunan musala.
Hanya saja, Hartono baru mengetahui jika kavling tersebut ternyata fasum, setelah pihaknya membeli dari pengembang perumahan pada 2009 silam.
“Pada tahun 2009 lalu, kami take over enam bidang tanah secara kavlingan, dari pengembang bernama Gogik. Waktu itu, kami pikir sudah bersertifikat. Jadi aman dan tidak ada masalah. Tidak tahunya ternyata fasilitas umum (fasum),” jelas Hartono, saat ditemui di rumahnya, Senin (3/06/2024).
Andaikan tahu sejak awal, katanya, pasti tanah fasum tersebut tidak akan diambil. Karenanya, kalau sekarang akan dilakukan pembongkaran, untuk dikembalikan menjadi fasum (musala), pihaknya meminta kompensasi.
“Kami telah mengeluarkan uang. Jumlahnya tidak sedikit. Untuk membeli kavling nomor 21 tersebut dan membangun rumah, habis sekitar Rp1 miliar. Kalau mau dibongkar, tentunya harus ada nilai penggantinya,” ucapnya.
“Seharusnya posisi kami jangan dijadikan alasan utamanya. Kami beli dan bangun rumah, karena ada sertifikatnya. Pemkot sendiri harusnya cari alternatif lain. Jangan lantas meminta membongkar rumah, untuk dikembalian seperti awal,” terang Hartono.
INSPEKSI: Tim Satgas GASS DPUPRPKP Kota Malang, saat turun ke sungai di wilayah RT 6 RW 8 Sigura-gura Regency. Untuk melakukan bersih-bersih sampah sekaligus angkut sedimennya. (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
Sedangkan mengantisipasi agar banjir tidak lagi terjadi di RT 6 tersebut, pihaknya mengaku cukup dikuatkan batas pagar sungainya. Banjir besar pada November 2023 kemarin, terjadi karena tembok pembatas sungai jebol.
“Pemukiman yang kami tinggali ini, memang tidak ada fasumnya. Itu bukan kesalahan kami. Bisa jadi oknum pengembangnya sedikit nakal. Sejauh ini kami mengelola sendiri. Sebagian pagar pembatas yang kami bangun, dari uang kami pribadi,” sambungnya.
Hartono justru menyalahkan warga, yang berkomunikasi dan berkoordinasi langsung dengan DPRD dan Pemkot. Sebagai Ketua RT, Hartono mengaku tidak diajak komunikasi.
“Tahu-tahu di WhatsApp Group (WAG), langsung diinformasikan akan dilakukan pertemuan dengan DPRD. Membahas drainase dan PSU. Kami selaku Ketua RT tidak diberitahu.”
“Kalau memang tidak dikehendaki jadi Ketua RT lagi, disampaikan saja. Kami siap kok untuk mengundurkan diri,” tegas Hartono.
Terpisah, Kepala DPUPRPKP Kota Malang, Dandung Djulharijanto menyampaikan, pihaknya tetap akan menjalankan prosedur yang berlaku. Yakni mengikuti siteplan. Rumah di kavling nomor 21, di atasnya adalah diperuntukkan fasum atau PSU.
“Kami sudah mendapat rekomendasi dari Komisi C DPRD Kota Malang. Yang menjadi acuan kami dalam melangkah. Meski sebelum dilakukan normalisasi, ada tahapan-tahapan yang harus dilaluinya,” ujar Dandung kepada Malang Post.
Sementara dari pihak Hotel Ubud, yang sebagian bangunannya juga diduga berdiri di atas saluran drainase, mengaku akan mematuhi keputusan atau ketetapan Pemkot Malang.
“Kami siap membantu apa yang dibutuhkan oleh Pemkot Malang. Kami selama ini terus merawat saluran drainase yang melintasi wilayahnya. Atau pun yang menjadi tanggungjawab kami,” kata Manajer Hotel Ubud, Dovan. (Iwan Irawan – Ra Indrata)