Malang Post – Down syndrome tidak bisa dicegah, tetapi bisa dideteksi. Sekalipun down syndrome tidak disebabkan karena faktor lingkungan atau makanan.
Hal itu disampaikan Ketua Divisi Tumbuh Kembang FKUB RSSA Malang, Dr. dr. Ariani, Sp. A(K), M. Kes., ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Kamis (21/3/2024).
Menurut Dr. Ariani, ada tiga jenis down syndrome. Diantaranya trisomi 21 atau jenis classic, yang paling banyak ditemukan. Sekitar 90 persen penderita mengalami jenis ini.
“Kemudian ada jenis translocation, jenis down syndrome yang bisa diturunkan dari orang tua ke anak. Selain itu ada jenis mosaicism, sebagai jenis paling langka,” tandasnya.
Lebih lanjut dr. Ariani mengatakan, tidak ada cara untuk mencegah down syndrome. Tapi para calon orang tua, bisa melakukan deteksi dini sebelum hamil, dengan melakukan tes genetik.
Pemerikskaan dilakukan untuk mengetahui, apakah ada potensi menghasilkan keturunan down syndrome atau tidak.
Ketika sudah hamil, lanjutnya, juga bisa rutin USG atau cek darah untuk calon ibu, sebagai tindakan preventif.
Di sisi yang lain, menjadi orang tua dari anak down syndrome, juga banyak sekali tantangannya.
Ravi Manzilavi, orang tua anak down syndrome mengatakan, saat mengetahui melahirkan anak down syndrome, dia sempat mengira anak tidak bisa melakukan hal-hal seperti manusia pada umumnya.
“Tetapi seiring tumbuh dan berkembang, sekalipun lebih lambat dibandingkan anak-anak seusai, anak dengan down syndrome tetap mampu belajar,” katanya.
Tantangan yang sering dihadapi, lajutnya, adalah sistem imun anak rendah, sehingga rentan tertular penyakit. Jadi harus ada pengawasan ekstra terkait kesehatan anak.
Orang tua anak down syndrome lainnya, Nurwahidah, juga mengatakan, anaknya sudah ada di masa transisi menuju remaja. Saat ini berusia 16 tahun.
“Dia gampang meniru yang dilihat. Jadi lingkungan sekitar tidak boleh mempengaruhi hal buruk, karena anak akan meniru,” sebutnya. (Faricha Umami – Ra Indrata)