Malang Post – Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Malang, telah meluncurkan program mentoring. Bertujuan untuk meningkatkan pengalaman akademis dan kesehatan mental mahasiswa doktor.
Kegiatan mentoring yang diinisiasi oleh tim peneliti Universitas Negeri Malang (UM) dan University of New South Wales (UNSW) ini, dilaksanakan setiap dua minggu sekali selama empat bulan.
Pada Jumat (26/1/2024), merupakan pertemuan keempat dengan topik berjudul “Research, Personal, and Community Life Balance”.
Kegiatan mentoring ini diluncurkan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pengalaman belajar mahasiswa doktor.
“Selama ini kita fokus pada peningkatan publikasi ilmiah dan kemampuan akademik, namun kurang memberikan perhatian pada kesehatan fisik dan mental mahasiswa,” tutur Prof. Yazid Basthomi, Ketua Peneliti.
Lebih lanjut, Prof. Yazid menyatakan, “Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan di berbagai jurusan program studi doktor di Universitas Negeri Malang, kita menemukan bahwa mahasiswa tahun pertama, banyak mengalami penurunan kesehatan fisik maupun mental.”
“Diantara gejala yang dirasakan adalah mengalami kelelahan dan kecemasan yang berakibat pada perubahan pola tidur, pola makan, sakit, hingga banyak yang dirawat di rumahsakit,” katanya.
Selain kelelahan dan kesulitan dengan tugas, pola kerja mahasiswa doktor yang harus melakukan penelitian dan penulisan karya tulis secara mandiri, membuat mereka rentan merasa sendiri, tidak percaya diri, kehilangan motivasi dan terdistraksi oleh aktivitas lain.
Sesi sharing dan orientasi oleh A/Prof. Hoa Nguyen (UNSW) di Universitas Negeri Malang. (Foto: Istimewa)
Jika hal ini dibiarkan, mahasiswa akan menghilang, belum menyelesaikan studi hingga mendekati ambang batas dan akhirnya berhenti kuliah.
Tindak kecurangan juga mudah terjadi ketika mahasiswa merasa terbebani dan tidak percaya diri dengan kemampuannya.
Keberadaan dosen pembimbing tak lantas menyelesaikan persoalan. Kadang mahasiswa tidak bisa mengungkapkan masalah yang mereka hadapi dengan dosen pembimbing karena adanya hirarki kekuasaan.
Bahkan pola hubungan yang kurang harmonis, serta pola komunikasi yang tidak berterima karena hambatan budaya dan lainnya, bisa menjadi tambahan masalah dan pemicu stres bagi mahasiswa.
Oleh karena itu, dalam program mentoring ini, mahasiswa tahun pertama dipasangkan dengan sesama teman sebaya mereka. Atau mahasiswa tahun kedua untuk secara bersama-sama memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk membentuk komunitas akademik yang kuat dan saling mendukung untuk meningkatkan pencapaian akademik maupun meningkatkan kesehatan dan kewarasan.
Diantara tim penelitidari UM yang terdiri dari Prof Yazid Basthomi, Dr Suharyadi, Rahmati Putri, dan Rida Afrilyasanti telah melakukan kunjungan ke UNSW, mempresentasikan hasil studi pendahuluan dan mendiskusikan rancangan program tersebut dengan tim peneliti dari UNSW yang sebelumnya telah berpengalaman menjalankan program yang serupa.
Diantara tim peneliti dari UNSW tersebut adalah A/Prof Hoa Nguyen, Dr Tatik dan Dr Tanya Kwee.
Sebelum mentoring dimulai, peserta mengikuti sesi sharing, orientasi dan training yang dipandu oleh A/Prof. Hoa Nguyen dari UNSW, Sydney, Australia.
Dalam kegiatan tersebut, A/Prof Hoa Nguyen mengenalkan konsep mentoring, manfaatnya bagi peserta, serta keahlian yang harus dimiliki oleh peserta.
Kemampuan mendengar aktif dan memberikan masukan merupakan salah satu keahlian yang harus terus dilatihkan kepada peserta.
SALAH satu sesi mentoring secara online dengan menghadirkan psikolog. (Foto: Tangkapan Layar)
Dalam pertemuan selanjutnya, peserta program harus mengikutisesi mentoring secara online. Setiap sesi mentoring diawali dengan workshop dengan mengangkat beragam tema dan menghadirkan pemateri yang kompeten membahas topik tersebut.
Setelah itu, peserta harus menghadiri grup mentoring di mana peserta bisa berdiskusi dengan seluruh peserta mentoring mengenai topik yang dibahas di workshop, kesulitan yang dihadapi, dan strategi yang bisa dibagikan kepada peserta yang lain.
Kemudian setiap pasangan diberikan kesempatan untuk berbicara berdua mengenai rencana yang akan mereka lakukan dalam mengatasi kesulitan yang mereka alami terkait dengan topik yang dibahas.
Selain sesi online yang telah terstruktur, setiap pasangan peer-mentor juga didorong untuk bertemu secara langsung di luar mentoring sehingga mereka bisa menjalin kedekatan, saling belajar satu sama lain dan tidak merasa kesepian.
Dengan memiliki pasangan atau peer-mentor, mahasiswa bisa saling merefleksikan pengalaman mereka, serta menghubungkan dengan pengalaman mereka sendiri, yang nantinya akan meningkatkan pengalaman, keahlian dan kepercayaan diri mereka.
Diantara topik yang dibahas dalam pertemuan mentoring tersebut adalah cara menjadi mahasiswa efektif, cara menjaga kesehatan fisik dan mental mahasiswa doktor, cara menjaga keseimbangan hidup, cara menjalin komunikasi yang baik dengan pembimbing, cara mencari topik penelitian, serta cara membangun kolaborasi riset.
Setiap sesi menghadirkan pembicara yang berbeda. Seperti mahasiswa terbaik, psikolog klinis, ahli nutrisi dan peneliti dari dua institusi yakni UM dan UNSW.
Kegiatan ini direncanakan akan ditutup dengan perayaan pencapaian peserta dan presentasi mengenai pengalaman dan perkembangan yang mereka rasakan selama mengikuti program.
Meskipun studi pendahuluan dilaksanakan dengan menyebarkan survei ke semua jurusan program pascasarjana, kegiatan mentoring ini baru dilaksanakan di Jurusan Bahasa Inggris.
Dr Suharyadi, Ketua Jurusan, yang juga merupakan anggota tim peneliti, sangat mendukung pelaksanaan program ini dan berharap program ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. (*/ M. Abd. Rahman Rozzi)