Malang Post – Tergerus oleh zaman, nasib angkutan kota (angkot) kini semakin tersisihkan. Kehidupan supirnya pun turut memperihatinkan. Padahal di era 70-80an, sopir angkot sempat menjadi primadona. Bahkan jadi idaman orang tua untuk dijadikan mantunya.
Situasi itu memang tidak berlebihan. Sebab saat itu, pendapatan supir angkot sangat menggiurkan. Jika dibandingkan dengan penghasilan seorang pegawai negeri sipil kala itu, masih besar pendapatan supir angkot.
Namun kondisinya saat ini begitu menyedihkan. Berbanding terbalik dengan masa itu. Penghasilan bersih supir angkot dalam satu hari saat ini tinggal Rp15 ribu. Jumlah itu setelah dipotong biaya bensin dan setoran.
“Penghasilan supir angkot di Kota Batu saat ini tipis sekali. Setelah dipotong setoran dan lain sebagainya,” tutur Wakil Ketua Organda Kota Batu, Arok Sujarwo, Senin, (11/12/2023)
Arok memaparkan, saat ini rata-rata penghasilan kotor sopir angkot di sembilan jalur Kota Batu dalam sehari Rp100 ribu. Dari penghasilan kotor itu dipotong beli BBM Rp50 ribu. Kemudian dipotong lagi untuk setoran Rp35 ribu.
“Jadi sisanya ya tinggal Rp15 ribu saja. Fenomena ini terjadi di sembilan jalur yang ada. Bahkan semakin parah usai pandemi Covid-19,” katanya.
Lebih lanjut, dari sembilan jalur yang ada, saat ini di Kota Batu terdapat 368 angkot. Rata-rata semuanya mengalami kondisi yang cukup memperihatinkan. Sehingga supir angkot harus mencari alternatif lain.
Salah satunya dengan cara carter kendaraan untuk wisatawan, yang ingin pergi ke kebun petik apel atau tempat-tempat wisata yang ada di Kota Batu. Melalui cara itu, bisa sedikit mendongkrak pendapatan supir angkot.
“Supir angkot di Kota Batu kompak, ada beberapa jalur wisata saat weekend. Kalau ada program wisata kami catat, secara bergiliran melayani carter ke tempat wisata. Seperti wisata petik apel dan lain sebagainya,” kata dia.
Disisi lain, Arok juga menyampaikan, dari 368 angkot yang ada. Saat ini hampir 50 persen sopir angkot menyerah. Tak jarang pula, supir angkot harus berhutang untuk menutupi setoran pada pemilik angkot. Biasanya sopir yang utangnya sudah menumpuk memilih untuk berhenti.
“Jika kondisinya seperti ini terus, mau nyicil utang tidak bisa. Mau jalan terus juga memperbanyak utang ke pemilik angkot,” katanya.
Sementara itu, Ketua Organda Kota Batu, Heri Junaedi menambahkan, dari 368 angkot yang ada, saat ini hanya menyisakan sekitar 50 persen yang masih beroperasi. Penurunan penumpang mulai terasa saat pandemi lalu.
“Selain pandemi, zonasi sekolah dan adanya moda transportasi online turut mempengaruhi kondisi ini. Kondisi penurunan cukup terasa pada periode tiga tahun terakhir ini,” ujarnya.
Meski banyak yang mundur dari sopir angkot, saat ini di sembilan jalur angkot Kota Batu itu masih tetap beroperasi, walaupun kondisinya sangat sepi. Angkot hanya ramai saat hari raya dan musim liburan, itupun hanya untuk angkot wisata ke jalur Selecta.
“Sebelum pandemi, sopir angkot bisa memperoleh penghasilan Rp200 hingga Rp300 ribu per hari. Penghasilan ini sangat mencukupi, untuk setoran harian dan bensin. Bahkan dulu setoran hariannya masih Rp 60 ribu. Sedangkan setoran sekarang sudah diturunkan,” tuturnya.
Meski jumlah setoran sudah turun dari sebelumnya. Heri menyampaikan jika kondisi para sopir tetap merasa berat. Sebab mendapatkan penghasilan bersih Rp50 ribu perhari cukup sulit. Bahkan terkadang penghasilannya juga minus. (Ananto Wibowo)