Malang – Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memasuki babak baru. Ini terlihat setelah UMM menggandeng Perhimpunan Tionghoa Indonesia (INTI). Digagaslah gerakan: Membangun 1000 Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Pertemuan perdana kedua pihak, menyepakati dibangunnya PLTMH di tiga titik dalam waktu dekat. Pertemuan dipimpin rektor UMM, Fauzan. Dilakukan virtual, Kamis (17/12). Karena masih pandemi covid-19.
Turut serta dalam agenda tersebut: Tokoh INTI Pusat yang juga pengusaha terkaya Indonesia, Murdaya Poo. Ketua Umum INTI, Teddy Sugianto dan beberapa pengurus. Seperti Robert Njo dan Teddy Endra. Pihak UMM, selain rektor, hadir para Wakil Rektor. Ketua Pengembangan Energi Baru Terbarukan, Suwignyo. Direktur Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Prof Yus Cholili. Dekan FT Dr Ahmad Mubin.
Fauzan mengatakan, tekad UMM membangun 1.000 PLTMH adalah komitmen menerjemahkan visi pembangunan. Dengan memanfaatkan sustanaibilitas energi baru terbarukan. Di Indonesia, potensi alam yang melimpah masih belum tergarap optimal untuk menghasilkan energi. Terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik dan mengalirkan air bersih kepada masyarakat pedesaan.
“Selama 13 tahun terakhir, UMM telah membangun tujuh PLTMH di berbagai daerah. Semuanya memiliki manfaat besar bagi masyarakat. Ini harus kita lanjutkan sampai merata dan lebih luas lagi,” kata rektor.
UMM telah memiliki dua PLTMH yang berdiri di dalam lingkungan kampus. Masing-masing menghasilkan listrik sebesar 100 KwH dan 75 KwH. Belum mencukupi untuk kebutuhan listrik kampus. Namun, kedua PLTMH itu, berhasil menjadi laboratorium terapan. Bisa dipelajari langsung oleh masyarakat yang berkunjung.
“Ini tahap awal untuk memulai UMM sebagai kampus mandiri energi untuk menjawab kelangkaan energi di masa depan,” lanjut rektor.
Murdaya Poo menyampaikan pengalamannya membangun PLTA dengan kapasitas 125 MW memang memerlukan investasi besar. Namun diakuinya, PLTMH sangat dibutuhkan masyarakat kecil di pedesaan. Terutama yang belum terjangkau aliran listrik.
Pembangunan PLTMH dapat diarahkan sebagai charity (amal sosial). Muhammadiyah dan INTI sama-sama memiliki komitmen sosial yang sangat tinggi.
“Air melimpah, ketersediaan turbin sudah banyak. Tinggal dikonkritkan dimulai dari mana. Tentukan saja titik yang akan dibangun lebih dahulu bersama-sama UMM dan INTI,” ajak Poo memulai program ini.
Dalam diskusi mengemuka, potensi alam Indonesia sangat melimpah dengan curah hujan tinggi. Hasil studi awal UMM yang dipimpin oleh Suwignyo, terdapat lebih dari 20.000 jaringan irigasi yang dapat diolah menjadi PLTMH.
“Selain itu, ada 1.249 titik potensi energi di Indonesia dengan kapasitas produksi energi hingga 6.644 MW per titiknya,” kata Wignyo mengutip studi JICA tahun 1999.
Namun diakui masih ada problem regulasi. Seperti tertuang dalam Permen no 50/ 2017, ijin pembangunan PLTA masih sangat sulit. Poo menyarankan, selain tim teknis untuk memulai pembangunan PLTMH. Juga ada upaya lobi ke pemerintah melalui Menteri PUPR dan Ombusmen.
Untuk memperjuangkan regulasi yang lebih memudahkan pembangunan PLTA. Menanggapi problem ini, pihak INTI mempercayakan kepada UMM untuk melakukan langkah strategis ke pemerintah.
“Apa yang mampu dilakukan oleh teman-teman INTI dan ingin sekali dikerjasamakan dengan UMM adalah membantu saudara-saudara kita di pedesaan. Jadi, kita harus berjalan bersama,” ungkap Teddy Sugianto.
Lebih lanjut, Fauzan menginginkan sesegera mungkin titik-titik awal yang diminta Poo tadi segera ditemukan. Agar bisa dimulai studi kelayakan dan pembangunannya.
“Yang penting kita bekerja dulu. MoU bisa menyusul. Bila perlu penandatanganan MoU nanti, bersamaan dengan peresmian dimulainya pembangunan di salah satu titik,” katanya.
Tiga titik yang sudah ditemukan dan diteliti UMM ada di Jember, Blitar dan Kabupaten Malang. Ketiganya memiliki potensi lebih mudah direalisasikan. Karena sudah ada studi kelayakan dan bekas PLTMH era kolonial.
“UMM harus memberi solusi kepada bangsa. Bahwa hemat energi saja tidak cukup. Jika penghematan justru mengurangi produktivitas, maka solusinya adalah menggali potensi energi alternatif,” pungkas Fauzan yang telah dua kali menerima ASEAN Energy Award 2009 dan 2018 ini. (roz/jan)