Malang Post – Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko menyampaikan, menangani stunting selain dibutuhkan anggaran yang memadai atau cukup. Juga dibutuhkan aksi nyata dan komitmen bersama.
Pemkot Malang sendiri, sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp300 miliar, yang tersebar di beberapa perangkat daerah.
“Karena saling keterkaitan. Satu contoh, Dinas Sosial (Dinsos-P3AP2KB) dengan Dinkes, Dindikbud, DLH, Bappeda. TNI-POLRI maupun stakeholder juga diminta peranannya di masyarakat,” ujar Bung Edi sapaannya Wawali Kota Malang, Rabu (30/08/2023).
Mengingat urusan stunting, kata dia, telah menjadi urusan bersama baik ditingkat nasional maupun daerah. Penanganannya pun mesti dilakukan secara tepat sasaran dan tepat waktu.
“Batasan waktu 1000 hari untuk bisa menyelamatkan bayi berisiko stunting, hendaknya dijaga betul. Mulai pra nikah hingga pascanya (hamil), dilakukan tindakan preventif. Aksi nyata menghasilkan dampak positif (anak sehat),” ucapnya.
Salah satu cara lainnya, lanjut Edi, dalam menangani stunting adalah menggalakkan gemar makan ikan terhadap anak-anak. Apalagi giat gemar ikan tersebut, didapati di kelurahan yang memiliki jumlah anaknya cukup tinggi.
“Kami pastikan giat tersebut, tidak sekadar seremonial atau formalitas semata. Terpenting, ada aksi nyata dan berdampak positif. Bertujuan menekan angka stunting lebih mudah,” sambungnya.
Berdasarkan data dari survey Studi Status Gizi Indonesia (SSGI). Disebutkannya, Kota Malang pada 2023 ini, angka stuntingnya berada di angka 18 persen. Akhir 2023 nanti, harapannya bisa tembus di angka 16 persen.
“Sementara sesuai instruksi Presiden RI Jokowi, kita di daerah ditargetkan bisa tembus di angka 14 persen. Target kami pada 2030 nantinya, sudah bisa di angka zero atau nol. Namun, hasil bulan timbang, Kota Malang sudah berada di angka 8 atau 9 persen pada 2022 kemarin,” bebernya.
Untuk mensukseskan itu, ditambahkan, kader posyandu, puskesmas, kelurahan terus melakukan update data. Berkaitan dengan jumlah bayi lahir, ibu hamil, angka kematian pada ibu serta update lainnya.
“Update data tersebut bukan masalah apa, tapi lebih kepada memudahkan penanganannya. Termasuk, pengawasannya di daerah, jika ada atau terjadi lonjakannya begitu mengkhawatirkan,” tambahnya.
WAWALI Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko menandatangani komitmen bersama penandatanganan penekanan angka stunting di Kota Malang bersama perangkat daerah, di Hotel Ijen Suite Malang, Rabu (30/08/2023).
Sementara, Kepala Dinsos P3AP2KB Kota Malang, Donny Sandito menerangkan, pihaknya terkait dengan stunting penanganannya secara tindak preventif. Dinsos lebih arah ke sosialisasi kepada calon pengantin (catin).
“Kita edukasi kepada mereka, baik yang berencana menikah maupun belum. Kita telah mempersiapkan Duta Generasi Berencana (Duta Genre). Bertujuan membantu Dinsos dalam mensosialisasikan,” terang Donny.
Terkait masalah dengan Catin, pihaknya bekerjasama dengan Kemenag (KUA), di lima wilayah kecamatan. Selain Catin, ada juga program dapur sehat. Membantu pemenuhan gizi, khususnya bayi berisiko stunting. Terdapat di setiap kelurahan.
“Berbicara angka stunting, sebenarnya di Kota Malang tidak signifikan. Hanya bayi berisiko stunting (stunted), angkanya hampir mencapai tiga ribuan anak. Harapannya tidak menjadi bayi stunting dengan waktu 1000 hari tersebut,” imbuhnya.
Bayi berisiko stunting, lanjut Donny, jika dirinci beragam modelnya. Salah satunya bertubuh kurus, berat badannya kurang dari umumnya. Untuk itulah, jika kedapatan pada satu kelurahan. Patut dilakukan intervensi.
“Kami butuhkan penanganan secara kolaboratif di setiap wilayah. Peranan orang tua terhadap anaknya sendiri, patut dievaluasi pola asuhnya seperti apa. Perlu diberikan pendampingan untuk meluruskan menjadi lebih terarah dan terukur dengan baik,” cetusnya.
Mengenai kebutuhan pendampingan, Dinsos Kota Malang melalui proses bina keluarga lansia dan remaja. Senantiasa mengedukasi kepada semua yang patut diberikan pembinaan dan pendampingan.
“Anggaran sebesar Rp1 miliar sekian itu, dikelola oleh Dinsos dibelanjakan untuk kebutuhan bansos, dapur sehat serta petugas pendampingan dan lainnya. Kami ini lebih bersifat preventif, dibanding dengan Dinkes yang kuratif,” pungkas Donny. (Iwan – Ra Indrata)