Malang Post – Pemanfaatan mata air Sumberpitu, yang berada di wilayah Desa Duwetkrajan, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tugu Tirta Kota Malang, tampaknya menyisakan polemik.
Perumda Tugu Tirta yang memanfaatkan mata air Sumberpitu, untuk ribuan pelanggan di Kota Malang, ternyata hingga saat ini belum membayar kewajibannya kepada Perumda Tirta Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Padahal, jika melihat Perjanjian Kerja Sama (PKS) Perumda Tugu Tirta, telah berakhir masa kontrak dengan Perumda Tirta Kanjuruhan, pada November 2021 lalu. Hingga saat ini belum memenuhi kewajiban membayar pemanfaatan mata air Sumberpitu.
Menanggapi hal tersebut, Perumda Tirta Kanjuruhan akhirnya melakukan langkah hukum. Dikuasakan kepada pengacara dan menunggu Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim).
“Kalau dari PKS itu, Tugu Tirta itu selain harus membayar kewajiban, dalam pemanfaatan mata air Sumberpitu kepada Tirta Kanjuruhan, juga harus membayar pajak yang hingga sekarang belum dibayarkan,” ucap Direktur Utama (Dirut) Perumda Tirta Kanjuruhan, H Syamsul Hadi, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (9/11/2022).
Menurut Syamsul, biaya pemanfaatan mata air Sumberpitu itu, digunakan untuk operasional, pemiliharaan dan jika berdasarkan PKS antara Perumda Tugu Tirta dan Perumda Tirta Kanjuruhan, pada 9 November 2021 lalu, harga air yang harus dibayar Perumda Tugu Tirta sebesar Rp 610 per meter kubik (m3). Namun sudah satu tahun terakhir ini belum terbayarkan.
“Tapi, hingga saat ini, Tugu Tirta memnfaakan air Sumberpitu itu, dan dijual kepada masyarakat atau pelanggan dengan harga tinggi,” jelasnya.
Akibat kewajiban yang belum dibayar oleh Tugu Tirta tersebut, lanjut Syamsul, membuat Tirta Kanjuruhan harus menanggung biaya operasional pengambilan air. Untuk itu Perumda Tirta Kanjuruhan melakukan upaya hukum, karena sulitnya mencari solusi dalam kasus tersebut.
“Karena tidak menemukan solusi, kami melakukan upaya hukum, dan sudah mendapatkan dukungan dari Bupati Malang. Seharusnya sejak ditandatangani PKS itu, pembayaran air sudah harus dilakukan sesuai perjanjian,” terangnya.
“Tapi nyatanya hingga saat ini belum ada etikat baik, untuk membayar kewajibannya pada kami. Karena pengelolaan mata air Sumberpitu untuk penyediaan air minum dan air bersih bagi masyarakat Kota Malang didasari pada PKS tersebut,” tambahnya.
Menurut Syamsul, tunggakan Tugu Tirta yang harus dibayarkan ke Tirta Kanjuruhan mencapai Rp1 miliar lebih. Namun jika memang Tugu Tirta tidak mampu membayar tunggakan, maka sebaiknya menulis surat permohonan kepada Tirta Kanjuruhan, yang nantinya kita bebaskan.
“Setelah kita bebaskan, maka Tugu Tirta tidak boleh menjual air yang diambil dari mata air Sumberpitu ke pelanggan mereka, itu konsekuensinya jika dibebaskan dari pembayaran tunggakan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Syamsul menegaskan, dalam PKS pengambilan air dari Sumberpitu yang ditandatangani antara Dirut Tirta Kanjuruhan dan Dirut Tugu Tirta itu, merupakan kerjasama Bisnis to Bisnis (B ToB) bukan Government to Government (G To G). Sehingga penyelesaian tunggakan pembayaran pengambilan air dari Sumberpitu harus dibayarkan ke Tirta Kanjuruhan.
“Ini B to B, bukan G to G, dan sampai hari ini, Dirut Tugu Tirta tidak pernah menandatangani PKS perpanjangan kontrak. Untuk itu, kami melakukan legal audit terkait persoalan tersebut,” tegasnya.
“Apalagi, kami sudah memberikan toleransi kepada Tugu Tirta terkait tunggakan yang belum terbayarkan. Tapi sepertinya, dari pihak Tugu Tirta belum ada tanda-tanda untuk menyelesaikannya,” imbuhnya. (Ra Indrata)