Malang Post – Ribuan warga Kabupaten Malang banyak yang putus sekolah, hingga tidak punya ijazah. Pemicunya banyak faktor. Seprti kemiskinan dan pelayanan pendidikan yang kurang inovasi sehingga membosankan.
Koko Subagio, Spd, Kepala Bidang SMP Dindik Kab Malang mengatakan. Tujuan workshop untuk peningkatan mutu SMPN dan SMP satu atap, serta meningkatkan sumberdaya di sekolah.
Agar Kepala Sekolah bisa memahami tentang pendidikan nasional yang memerlukan penyesuaian terhadap dinamika dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta kehidupan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Peserta workshop diikuti 69 Kepala SMP Negeri dan 28 Kepala SMP Satu Atap. Total keseluruhan ada 97 peserta.
Menurutnya, tingginya anak putus sekolah atau anak tidak mengantongi ijazah setara SD di Kabupaten Malang dan lulus hanya sampai SMP kelas VII semester dua, karena banyak faktor. Mulai faktor ekonomi, karena ikut orang tua bekerja; kemiskinan sehingga menempuh pendidikan sangat sulit.
“Kami sudah kerjasama dengan Pak Cecep mengenai hal tersebut,” ujarnya.
Perilaku masyarakat yang masih rendah peduli pendidikan. Sehingga banyak anak di wilayah pedesaan pergi ke ladang atau bekerja, yang pada intinya karena kemiskinan.
Samiadi, pengawas SMP menambahkan.
Acara ini sebagai penguatan kompetensi kepala sekolah. Dalam hal peningkatan mutu, penanaman kewirausahaan di lingkungan sekolah, sebagai solusi mengatasi persoalan anak putus sekolah.
Ketika disinggung masih tingginya angka anak putus sekolah, dia mengaku tidak tahu. Lantaran penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Malang dipicu banyak hal. Bisa dari pelayanan teknis per sekolah, faktor pelayanan tidak baik atau amburadul. Sehingga anak tidak betah di sekolah.
“Mungkin karena guru tidak inovatif dan kreatif. Sehingga banyak anak gak betah di sekolah,,” tukasnya.
Manan Supriadi, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Kabupaten Malang menyampaikan. Dampak pandemi memang sangat berpengaruh menambah besarnya angka putus sekolah. Maka penyebabnya makin kompleks.
Beberapa hal yang mendorong anak putus sekolah, karena ketidaksiapan pelajar di tingkat pedesaan. Belum siap belajar di rumah, sarana pendukungnya juga kurang.
Dukungan untuk bersekolah dari orang tua di pedesaan sangat kurang. Belajar di rumah dianggap libur. Sehingga banyak yang diajak kerja orang tuanya. Begitu terbiasa cari uang, akibatnya malas sekolah.
Pengaruh negatif handphone, yang semestinya untuk belajar, karena kurangnya pengawasan, HP digunakan untuk main game. Lebih fatal untuk nonton video porno maupun hal negatif lainya.
“Perubahan perilaku akibat belajar di rumah. Malam begadang, bangun siang. Dinas Pendidikan segera mendata berapa anak yang putus sekolahkerjasama dengan pemerintah desa. Untuk mencari penduduk yang saat ini putus sekolah. Agar bersekolah kembali dan menggaungkan kembali Wajar Dikdas sembilan tahun,” pungkasnya.
Berdasarkan data Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) menurut BPS, tahun 2020 di Kabupaten Malang, RLS mencapai 7.42 % dan HLS 13.18 %. Tidak memiliki ijazah SD, usia di atas 15 tahun menembus 14.64 % atau sejumlah 303.459 (Sumber Kabupaten Malang Dalam Angka tahun 2021). (yon/yan)