Setahun lebih telah berlalu, namun pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda akan usai. Justru, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dan jumlah kematian makin meningkat. Lebih mengkhawatirkan lagi, varian baru virus SARS-Cov-2 terus bermunculan di Indonesia.
Tepat setahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia, negeri ini mendapat “hadiah kejutan”, yaitu masuknya varian baru virus corona B.1.1.7. Varian B.1.1.7 pertama kali teridentifikasi di Inggris, dan sekarang dilaporkan telah menyebar di minimal 94 negara.
Virus corona mutasi B.1.1.7 tersebut diketahui masuk ke Indonesia dari warga Karawang, Jawa Barat, yang baru pulang dari Arab Saudi. Berdasarkan penelitian, mutasi baru ini terbukti lebih menular 30-50% daripada virus corona sebelumnya. Varian B1.1.7 juga diduga dapat meningkatkan risiko pasien rawat inap dan meninggal dunia.
Tak lama setelah masuknya varian B.1.17, mutasi lain virus corona juga dilaporkan telah sampai di Indonesia. Pada 14 Maret 2021, Ditjen P2P Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengakui ada varian coronavirus N439K terdeteksi di Indonesia. Ketua Satgas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban, menyatakan telah ditemukan 48 kasus mutasi varian ini.
Prof dr Amin Soebandrio PhD selaku Ketua Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute menyampaikan, varian baru virus corona N439K sebenarnya sudah masuk Indonesia sejak tahun 2020 lalu. Menurut Prof Amin, varian baru N439K ini tidak menyebabkan keparahan atau gejala yang serius bagi pasien yang terinfeksi.
Tetapi, varian yang satu ini memang cenderung lebih mudah menular, karena ikatan dengan reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat. Varian N439K ini juga bisa lolos dari antibodi yang terbentuk secara alami setelah terinfeksi, maupun antibodi campuran dari vaksin.
Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menegaskan, jika wabah masih tak terkendali, maka varian-varian virus corona lainnya akan terus berdatangan. Jika strategi penanganan pandemi tidak dilakukan secara optimal oleh semua kalangan, dengan intervensi yang tegas dari pihak berwenang, diprediksi akan berpeluang masuknya varian baru dari virus SARS-CoV-2 yang lebih cepat menular dan menimbulkan gejala yang lebih berat.
Untuk menghadapi varian-varian baru SARS-Cov-2 ini, diperlukan strategi baru pula. Vaksin Covid-19 memang bisa menjadi salah satu senjata dalam menekan pandemi, namun vaksin saja tidaklah cukup.
Vaksin dapat bermanfaat untuk mengurangi keparahan gejala Covid-19 yang muncul, namun tidak mencegah penularan. Artinya, orang yang telah divaksin masih bisa terinfeksi Covid-19, meski gejalanya tidak berat. Apalagi dengan laju vaksinasi yang masih tertatih seperti saat ini, diperlukan waktu yang tak sebentar untuk mencapai herd immunity.
Strategi paling efektif saat ini adalah menerapkan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas) dan 3T (testing, tracing, treatment). Strategi ini sebenarnya sudah sejak lama digaungkan, namun pada praktiknya kurang gencar dilakukan, bahkan cenderung diabaikan.
Masyarakat mulai jenuh dan tak peduli dengan protokol kesehatan. Hal ini diperparah dengan tak adanya aturan yang tegas untuk mengurangi mobilitas dan mencegah kerumunan. Minimnya edukasi juga membuat masyarakat makin antipati, bahkan terjebak pada teori konspirasi. Bukannya memberi edukasi, para pejabat dan public figure justru tidak memberikan teladan pada masyarakat terkait protokol kesehatan yang baik dan benar.
Strategi 3T pun tampak tak ada peningkatan. Bahkan, data yang dihimpun @laporcovid menunjukkan adanya penurunan testing dan tracing di beberapa daerah, sehingga kurva tampak melandai. Treatment pun tak mendapat perhatian utama. Rumah sakit kewalahan karena membludaknya pasien Covid-19. Fasilitas ICU dan ventilator belum memadai. Para tenaga medis juga semakin banyak berguguran.
Jika menghadapi varian biasa negeri ini sudah kewalahan, lalu bagaimana jika nanti muncul varian baru yang lebih berbahaya? Untuk itulah mengoptimalkan gerakan 5M dan 3T adalah kunci utama untuk menghadapi varian-varian baru virus corona, diiringi dengan terus meningkatkan cakupan vaksinasi Covid-19 pada masyarakat.
Edukasi pada masyarakat juga perlu ditingkatkan, tentunya dengan komunikasi publik yang jujur dan hati-hati. Dibutuhkan pula aturan yang lebih tegas untuk mengurangi mobilisasi dan memperketat isolasi.
Ini adalah ranah pemimpin, yang memang sudah kewajibannyalah untuk memastikan keselamatan dan kesehatan rakyat, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.” (HR. Abu Daud) (*)
Penulis : Ventin Yurista, dr (Dokter Umum di Malang)