“Ayo silakan dimakan jajannya! Ndak usah sungkan!” kata pemilik rumah saat dikunjungi.
“Eh! Hehe.. hehe. Iya nanti saja, saya masih kenyang.” balas tamu yang mengunjungi rumah.
Percakapan di atas mungkin sudah tak terdengar asing di telinga kita, atau kita sendiri kadang pernah mengalaminya. Tak apa, saya juga salah satu yang mengalaminya. Atau mungkin ada pembaca yang langsung saja memakan jajannya? Itu juga tidak apa-apa, kita berbeda tapi satu jua.
Definisi sungkanisme menurut pandangan saya adalah saat di mana kita menahan sesuatu karena tekanan rasa tidak enak hati atau bisa juga sebaliknya, melakukan sesuatu karena tekanan rasa tidak enak hati. Wah .. polisemi!
Merasa bingung? Tenang! Saya sajikan definisi Sungkan dari KBBI yang artinya adalah
1. malas (mengerjakan sesuatu); enggan:
2. merasa tidak enak hati.
3. menaruh rasa hormat ; segan
Apabila kita cermati bersama, makna dari KBBI saja juga memiliki dua arti yang berlawanan, yaitu enggan dan segan. Lalu mengapa dari sungkan menjadi sungkanisme? Jawabannya simpel yakni karena.. “Ini sudah mendarah daging dalam budaya Indonesia.”
Sehingga saya tambah isme karena banyak masyarakat memercayai bahwa sungkanisme itu wajib hukumnya, tetapi mereka terkadang tidak tahu dimana harus meletakkan sungkanisme pada porsinya.
1. Sungkanisme dalam Lingkup Formal
Meskipun saya masih belum mengerti secara gamblang sungkanisme tapi yang saya amati, hal ini sering terjadi pada birokrasi atau lembaga-lembaga tertentu yang sifatnya formal.
Contoh yang saya amati adalah ketika ada orang dalam dalam suatu lembaga. Mungkin dari kalimat itu, para pembaca sekalian sudah mengerti apa yang saya maksud. Sering kali saya melihat hal itu sebagai suatu ketidakadilan karena salah meletakkan sungkanisme pada porsinya. Ranahnya sudah berbeda, profesionalitas seharusnya lebih diutamakan dan bukan waktunya sungkanisme memainkan perannya.
Lalu pertanyaan mendasarnya adalah, apakah sungkanisme dapat memperlambat suatu lembaga?
Saya ambil contoh lagi adalah saat di bangku sekolah. Ketika Guru menyajikan materi lalu ada salah satu sub materi yang berbeda pemahamannya dengan siswa, terkadang siswa menurut saja apa yang dikatakan guru.
Ketika ditanya “Mengapa tidak didiskusikan bersama?”
Jawabannya adalah “Sungkan, takut jadi salah. Soalnya itu Guru.”
Sejatinya proses belajar mengajar antar guru dan siswa adalah sama-sama saling mengoreksi dan memahami. Siswa menghormati guru, begitu juga guru mengapresiasi siswa.
Maka sungkanisme dalam lingkup formal tentu tidak baik apabila dilakukan berlebihan, kita akan dinilai oleh orang sebagai individu yang tidak memiliki pendirian. Lakukan secara secukupnya, dan yang pas pada takarannya.
2. Sungkanisme dalam Lingkup Informal
Bukan suatu hal yang salah apabila kita menerapkan sungkanisme dalam kehidupan sosial, hal ini dikarenakan sungkanisme erat kaitannya dengan kesopanan. Saya sebagai orang Jawa sering mendapati apabila ada orang yang tidak mengenal sungkan sama sekali pasti ditegur oleh masyarakat. Dalam budaya khas ketimuran sungkan disebut juga “Ewuh Pakewuh” yang dapat menumbuhkan nilai silaturahmi karena bersifat menghargai dan tidak ada maksud untuk menjatuhkan.
Sungkanisme dalam lingkup informal seperti ini patut untuk ditumbuhkan dan dipertahankan. Contohnya adalah datang ke acara pernikahan tetangga sebelah karena sungkan. Mengapa sungkan? Karena apabila tidak datang, maka akan dinilai bahwa ia sudah lupa dengan tetangga, dan tentu masih banyak contoh yang lain. Dari sinilah, sungkan memperoleh nilai positifnya dalam masyarakat.
Menurut saya pribadi, sungkanisme merupakan nilai yang memiliki dampak positif apabila penerapannya tidak terlalu berlebihan, memahami porsinya, dan memahami kapan, dimana sungkanisme berperan. Apabila sungkanisme dilakukan berlebihan, terutama di lembaga, atau organisasi, maka akan bersifat merugikan bagi orang lain meskipun ada pihak yang diuntungkan tetapi perbandingannya sangat jauh sekali. Apabila sungkanisme ditiadakan, maka keegoisan akan tumbuh dan menjadi keserakahan yang tentu tidak disukai banyak orang.
Maka imbangi sungkanisme dengan memahami keadaan dan situasi. Jangan sampai sungkanisme menyetir kepribadian individu menjadi seorang yang tidak memiliki pendirian yang teguh.
Sekian merupakan curahan sungkanisme dalam amatan saya, bagaimana dengan para pembaca menghadapi sungkanisme?
Apakah hal ini sering kalian jumpai di tempat kerja? atau bahkan di tetangga? Jangan lupa untuk menuliskan sesuatu di kolom komen, mungkin kita bisa berdiskusi topik sungkanisme ini! (Yan)
Penulis : Pandu Satya Rizal (Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya)
Sungkanisme, topik menarik yang diangkat. Sangat relate dengan kehidupan saya sebagai mahasiswa yang memiliki rasa sungkan berlebihan..
Bagus sekali cara penyampaiannya.. ringan dan mengena dihati.. sukses terusss