
Belakang ini dimana-mana gempar isu 2021 UN dihapuskan. Mulai dari media sosial hingga kehidupan sosial. Dari meme di Instagram hingga obrolan anak berseragam. Dari rentetan tweet hingga pada materi tugas perkuliahan. Beragam pendapat baik pro maupun kontra. Meledak mengambil alih seluruh pandangan.
Empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” begitulah sebutan kebijakan yang dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan baru Indonesia, Nadiem Makarim. Dalam kebijakan ini bukan hanya membahas pasal penghapusan UN 2021 saja tetapi juga mencakup Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. Jika berjalan dengan baik kebijakan ini dapat membawa perubahan besar pada dunia pendidikan Indonesia. Peserta didik tidak akan hanya terpacu pada UN saja seperti sebelum-sebelumnya. Mereka bisa lebih leluasa menggenal potensi diri diluar akademik, kelulusan tak hanya berpatok pada nilai akademik dengan sekolah sebagai penentu kelulusan. “UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” terang kemendikbud. Dengan adanya kebijakan ini juga mengurangi beban guru dalan menyusun RPP. Guru diberi kebebasan dan komponen penyususn RPP disederhanakan sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada pembelajaran siswa.
Begitulah iming-iming perubahan besar pada pendidikan Indonesia saat ini. Jika benar terjadi, kemungkinan Indonesia maju dengan SDM kompetitif di era industri 4.0 bukan lagi mimpi apalagi ilusi. Lalala. Akan tetapi bukan kah kebijakan dunia pendidika sebelum-sebelumnya juga memiliki keinginan yang sama dengan kebijakan kali ini? Memang tidak mudah untuk membawa sebuah perubahan besar pada dunia pendidikan. Tapi hingga saat ini Indonesia sudah berulangkali menetapkan kebijakan yang berulangkali pula diganti. Mungkin hanya belum berjodoh saja dengan siatem yang paling tepat untuk negri tercinta ini. Di imbuh dengan perkembangan zaman yang kian berganti. Semoga saja kali ini berbuah hasil. Benar-benar terjadi dan terlealisasi, bukan hanya sekedar isu penggempar hati untuk memperbesar nama si empunya. Seperti letupan kembang api, terbang tinggi melejit. Meletus dengan gelamornya. Memercik cantik mencuri pandang. Lalu hilang senyap tak berbekas, menyisa gelap malam. Membuat negri kembali menanti. Lagi.(yan)
Penulis : Ismi Rahmatus Salisa ( Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang)