Surabaya – Jika saksi para pemenang lelang bisa terjerat kasus gratifikasi di Kab Malang karena memberikan fee, lalu bagaimana dengan saksi para pejabat daerah? Mereka bisa dibilang ikut memuluskan terjadinya kasus gratifikasi tersebut. Padahal dengan kewenangannya, mereka seharusnya bisa mencegahnya.
Ada tiga kepala dinas yang menjadi saksi dalam kasus yang menjerat terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dan Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby). Ketiga saksi tersebut memberikan keterangan dalam persidangan yang berbeda.
Suwandi (Kepala Dinas Pendidikan Kab Malang 2007-2012) dan Edi Suhartono (Kepala Dinas Pendidikan Kab Malang 2012-2013). Keduanya memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang Selasa (26/1/2021). Sedangkan Romdhoni (Kepala Dinas PU Bina Marga Kab Malang) memberikan keterangan saat sidang Selasa (9/2).
Saksi Suwandi memberikan keterangan soal dipilihnya mekanisme lelang dalam pengerjaan proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) Dinas Pendidikan Kab Malang, dibandingkan dengan pengerjaan secara swakelola.
“Pak Bupati Rendra Kresna kemudian mengenalkan Eryk Armando Talla dan Ali Murtopo. Kata beliau, dua orang ini berpengalaman di bidang DAK. Saya kemudian baru tahu kalau keduanya orang dekatnya bupati,” kata Suwandi saat sidang.
Saksi Edi Suhartono mengungkapkan peranan besar Eryk Armando Talla dalam mengatur lelang proyek di Dindik Kab Malang. Juga ada saksi pejabat sekelas kepala bagian maupun kepala bidang. Hary MB Tanjung (Kabag LPSE-Lembaga Pengadaan Secara Elektronik- Kab Malang) yang memberikan keterangan saat sidang Selasa (2/2).
Saksi Khusnul Farid (Ketua Panitia Lelang 2010) dan Udianto (Kabid Pendidikan Menengah Dindik Kab Malang). Keduanya memberikan keterangan pada sidang Selasa (26/1). Juga Heri Sujadi (Kabid Fasilitas Jalan Dinas PU Bina Marga Kab Malang).
Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH sempat menyinggung soal peran para saksi tersebut. Ini dikatakan Johanis dalam sidang Selasa (26/1/2021). “Saya curiga seolah-olah ada main mata dari para saksi. Semuanya lari ke terdakwa Eryk Armando Talla. Semua lari ke Rendra Kresna. Padahal bapak-bapak di sini ikut berperan. Sebagai kepala dinas pendidikan, ketua panitia lelang. Ini tidak bisa lepas dari tanggung jawab,” kata Johanis saat itu.
Hakim Johanis juga mempertanyakan tugas dan wewenang mereka sebagai pejabat daerah yang seharusnya bisa mencegah kecurangan dalam lelang proyek tersebut. Bukan malah memuluskannya.
“Sekarang Eryk Armando Talla, Rendra Kresna. Kalau jaksa penuntut umum mau menelisik lebih jauh, maka bukan tidak mungkin bapak-bapak ini giliran yang berikutnya. Ini tidak bisa lari dari tanggung jawab sebagai pejabat di Dinas Pendidikan maupun di kepanitian lelang,” tegas Johanis.
Jaksa KPK Eva Yustisiana seusai sidang pada Selasa (26/1) menyampaikan, para pejabat daerah tersebut mestinya tidak membiarkan mekanisme lelang maupun aturan di dinasnya dikontrol oleh orang luar, yang notebene orang swasta.
“Karena itu memang tugas dan kewenangan mereka. Memang hal itu tidak dibenarkan. Karena yang seharusnya itu tugas mereka,” kata Eva Yustisiana.
Terkait fakta bahwa kondisinya sudah ditata sedemikan rupa oleh Eryk Armando Talla, dan semua kepala dinas tahu? “Saksi Suwandi (Kadindik Kab Malang 2007-2012) sudah tahu bahwa Eryk dan Ali Murtopo itu orang kepercayaanya bupati. Ketika pelelangan-pelelangan itu juga sudah disampaikan proses yang melalui hacker. Mereka sudah tahu,” lanjut Eva.
Tapi akankah di antara saksi para pejabat daerah tersebut pada giliran berikutnya bakal dibidik menjadi terdakwa? Menurut Jaksa KPK Arif Suhermanto, harus dilakukan penyelidikan penyidikan lebih lanjut. “Baru bisa kami simpulkan mereka itu terlibat atau tidak. Tentu kita akan mendalami lebih lanjut mengenai alat bukti yang lain,” kata Arif. (azt/rdt)