Surabaya – Saksi Ali Murtopo menyebutkan: ada total fee Rp 4,2 miliar yang disetorkan dirinya kepada terdakwa Rendra Kresna (No Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dan terdakwa Eryk Armando Talla (No Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby).
Rinciannya, ke Rendra Kresna sebesar Rp 1,6 miliar dan ke Eryk sebesar Rp 2,6 miliar. Itu dibeberkan Ali Murtopo saat memberikan keterangan sebagai saksi di sidang kasus gratifikasi Dinas Pendidikan (Dindik) Kab Malang, Selasa (16/2) lalu.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya dan dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH.
Ali Murtopo merupakan terpidana tiga tahun perkara suap penyedia sarana Dindik Kab Malang. Ini kasus pertama yang menyeret mantan Bupati Malang, Rendra Kresna.
Kali ini ia dihadirkan sebagai saksi oleh tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK untuk terdakwa Eryk Armando Talla.
“Saudara bisa ceritakan kronologis pemberian fee tersebut?,” tanya Jaksa KPK, Eva Yustisiana.
“Sebenarnya kami menganggapnya itu diskon. Tapi perbedaan pandangan itu, bahwa itu fee ya tidak masalah. Yang jelas ujung-ujungnya memang bagi-bagi uang. Besarannya 20 persen sampai 25 persen dari nilai kontrak,” kata Ali Murtopo.
Kemudian Ali Murtopo melanjutkan, “Untuk fee ke Pak Rendra Kresna ada tiga kali penyerahan uang. Pertama, Rp 750 juta, kemudian Rp 350 juta dan ketiga Rp 500 juta. Semuanya diserahkan Eryk ke Pak Rendra lewat ajudannya, Budiono. Totalnya ada Rp 1,6 miliar. Penyerahan yang pertama itu di rumah Pak Rendra saat ada hajatan. Kemudian uang dimasukkan ke dalam tas merah,” kata Ali.
Sedangkan setoran fee untuk terdakwa Eryk Armando Talla, Ali Murtopo mengatakan, pertama Rp 880 juta.
“Ini yang katanya dipakai untuk kegiatan wartawan di Malang. Hanya katanya. Persisnya saya tidak tahu,” kata Ali. Kemudian transfer Rp 1,2 miliar pada 9 Januari ke rekening BCA Eryk Armando Talla.
“Juga ada setoran Rp 546 juta lewat cash dan transfer yang diterima istri Eryk Armano Talla,” kata Ali Murtopo.
Lebih lanjut Ali Murtopo mengatakan, fee yang disetorkannya itu merupakan bagian dari empat paket pekerjaan yang didapatnya di Dindik Malang.
“Pemenang lelang memang sudah disetting. Pak Zaeni Ilyas, Ibu Khoiriyah yang saya pinjam bendera perusahaannya. Waktu itu panitia lelang belum mampu mengerjakan,” kata Ali.
“Padahal itu mestinya tugas panitia lelang,” kata Jaksa Eva.
“Mestinya iya. Penentuan pemenang lelang seharusnya mereka. Tapi panitia lelang hanya mendown load hasil perusahaan yang sukses mengupload penawaran di internet,” lanjut Ali.
Bahkan kata Ali, dirinya dan Eryik mempersiapkan barang-barannya. “Total ada 16 kontainer barang-barang yang kami siapkan. Buku-buku dan alat peraga,” katanya.
Seperti diketahui, Ali Murtopo mendapatkan empat paket pekerjaan di Dindik Kab Malang. Dua paket buku pendidikan, SD dan SDLB, SMP dan SMPLB. Dua pekat alat peraga pendidikan. Ali pun menceritakan kronologisnya.
Sudah sejak tahun 2009, ia dikenal sebagai marketing freelance dari sebuah konsorsium nasional. Kemudian Ali mendekati Dinas Pendidikan Kab Malang dan dikenalkan pada Khusnul Farid (Ketua Panitia Lelang 2010).
“Khusnul Farid mengatakan bahwa untuk bisa mengikuti lelang harus berkoordinasi dengan Eryk Armando Talla,” kata Ali.
Berikutnya, lanjut Ali, terdakwa Eryk Armando Talla mempersiapkan tim IT-nya. “Termasuk Hary Tanjung (Kabag LPSE), Darmawan Tri Sambodo (Staf Bagian PDE) juga tim hacker untuk memuluskan calon pemenang lelang. Kesepakatan waktu upload dokumen jam 11 malam sampai jam 3 pagi,” kata Ali Murtopo. (azt/jan)