MALANG POST – Kehadiran Bus Trans Jatim di wilayah Malang Raya menjadi angin segar bagi penataan transportasi publik sekaligus penguatan sektor ekonomi kreatif.
Untuk membedah potensi tersebut, Tribun Network menggelar talk show bertajuk “Tribun Talks: Trans Jatim untuk Dongkrak Ekonomi dan Wisata Malang Raya” yang melibatkan Universitas Muhammadiyah Malang, Pemerintah Kota serta Pemerintah Wilayah Jawa Timur.
Kegiatan ini diselenggarakan pada Rabu, 17 Desember lalu bertempat di Rayz Hotel UMM. Acara tersebut mempertemukan regulator, akademisi, hingga paguyuban sopir angkot untuk bersama-sama merumuskan masa depan konektivitas wilayah yang dikenal dengan sebutan Malang Senyawa.
Sejak diresmikan, animo masyarakat terhadap Trans Jatim tergolong sangat tinggi dengan rata-rata 4.000 penumpang per hari di wilayah Malang. Data mencatat komposisi penumpang terdiri dari mahasiswa dan pelajar yang dikenakan tarif sebesar Rp 2.500. Serta penumpang umum yang dikenakan sebesar Rp5.000.
Tingginya keterisian ini membuktikan bahwa transportasi publik yang aman, nyaman, dan berkeselamatan sangat dirindukan oleh warga Malang Raya yang selama berpuluh tahun menghadapi tantangan kemacetan.
Asisten Khusus Rektor Bidang Kerja sama dan Pengembangan SDM UMM, Dr. Ratih Juliati, M.Si., mengatakan bahwa Trans Jatim adalah tulang punggung aksesibilitas pariwisata berkelanjutan sesuai Teori Konektivitas.
Menurutnya, kesuksesan destinasi wisata sangat bergantung pada integrasi transportasi yang melintasi pusat pendidikan dan area publik.
“Aksesibilitas ini merupakan pancingan untuk menggairahkan kembali wilayah Malang Raya, di mana Trans Jatim menciptakan nilai pelayanan publik yang luar biasa dan bermanfaat bagi mahasiswa serta pendatang,” tutur Ratih.
Optimalisasi aksesibilitas tersebut diharapkan tidak hanya menjadi solusi mobilitas, tetapi juga mampu menjadi katalisator utama bagi pertumbuhan UMKM di sekitar shelter.

Hal ini dikarenakan setiap titik pemberhentian bus memiliki potensi besar untuk menjadi pusat keramaian baru yang menghidupkan sektor perdagangan kecil.
“Efek domino ini terlihat dari munculnya pusat ekonomi baru di setiap titik pemberhentian bus, sehingga ekonomi masyarakat bawah ikut bergerak seiring dengan lancarnya arus transportasi publik,” ungkap Ratih.
Lebih jauh, Ratih menekankan bahwa keberhasilan inovasi transportasi ini harus menjadi momentum kolektif bagi seluruh elemen masyarakat. Sehingga menciptakan budaya baru dalam bermobilitas yang lebih modern.
Sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci agar layanan ini tetap relevan dan berkelanjutan.
“Trans Jatim bukan sekadar bus yang melintas, melainkan simbol sinergi Malang Senyawa yang menyatukan konektivitas, kenyamanan, dan keberlanjutan ekonomi dari hulu hingga ke hilir,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang, Drs. R. Widjaja Saleh Putra, menjelaskan bahwa kehadiran Trans Jatim bukan untuk mematikan transportasi lokal, melainkan sebagai mesin transformasi bagi angkutan kota.
Melalui integrasi ini, angkot kini diposisikan sebagai feeder atau pengumpan yang menyambungkan penumpang dari pemukiman ke shelter utama.
“Angkutan kota yang sebelumnya kurang optimal kini kembali berfungsi secara maksimal. Melalui kehadiran Trans Jatim, angkutan tersebut ditata ulang menjadi angkutan feeder yang secara nyata, menghidupkan kembali pendapatan para pengemudinya,” ujar Widjaja.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Kota Batu, Hendry Suseno, SP., MM., melihat adanya kebangkitan ekonomi di sekitar titik-titik pemberhentian bus. Ia mencatat sembilan jalur angkutan di Batu yang sebelumnya mati suri kini mulai menggeliat kembali.
Wisatawan kini memiliki opsi mobilitas yang lebih efisien menuju Alun-Alun Batu maupun destinasi wisata Kota Batu tanpa harus terjebak kemacetan kendaraan pribadi.(*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)




