Cuaca ekstrem bisa tumbangkan pohon di kawasan Gadang Kota Malang, belum lama ini. (Foto: Dokumen malang-post.com)
MALANG POST – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan kondisi cuaca terkini serta potensi risiko hidrometeorologi dalam Rapat Koordinasi Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang digelar untuk memperkuat kesiapsiagaan nasional menjelang puncak mobilitas masyarakat.
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menegaskan bahwa jenis bencana yang mendominasi adalah hujan ekstrem, angin kencang, serta fenomena lain seperti petir merusak, puting beliung, hujan es, dan jarak pandang terbatas yang kerap mengganggu penerbangan maupun pelayaran.
“Trennya terus naik. Jawa Barat memimpin frekuensi kejadian hujan ekstrem dan angin kencang, disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ini harus menjadi perhatian kita bersama,” ujar Faisal dalam sebuah rilis.
Untuk periode minggu ke-2 Desember hingga awal Januari, BMKG memperkirakan: Monsoon Asia mulai aktif, meningkatkan curah hujan di Indonesia. Munculnya anomali atmosfer Madden-Julian Oscillation, gelombang Kelvin, dan Rossby Equator yang memicu hujan ekstrem. Hadirnya seruak dingin Siberia yang turut memperkuat intensitas hujan. Bibit siklon tropis berpotensi tumbuh di wilayah selatan Indonesia. Daerah yang perlu waspada terhadap pembentukan bibit siklon antara lain Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa–Bali, NTB, NTT, Maluku, Papua Selatan dan Tengah.
BMKG mengingatkan bahwa meskipun Indonesia umumnya tidak berada pada jalur siklon, anomali cuaca dapat mengubah pola tersebut, seperti Siklon Senyar yang menyebabkan kerusakan luas dan hujan ekstrem lebih dari 380 mm/hari di Aceh beberapa waktu lalu.
Pada 28 Desember – 10 Januari, hampir seluruh wilayah Pulau Jawa, Bali, NTT, NTB, hingga sebagian Sulawesi Selatan dan Papua Selatan berpotensi mengalami hujan tinggi hingga sangat tinggi (300–500 mm per bulan).
Di sisi lain, potensi banjir rob juga perlu diwaspadai di pesisir Jakarta, Banten, dan Pantura Jawa Barat, terutama akibat fase perigee dan bulan purnama pada pertengahan Desember.
Selain itu, untuk mendukung percepatan penanganan darurat dan distribusi logistik, BMKG bersama BNPB menjalankan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di tiga bandara: Sultan Iskandar Muda (Aceh), Kualanamu (Sumatera Utara), dan Bandara di Padang. Operasi dilakukan untuk menurunkan hujan di wilayah tidak terdampak, atau mencegah hujan di zona rawan bencana, menggunakan penyemaian NaCl atau Calcium Oxide.
“OMC hanya bisa dilakukan jika gubernur menetapkan status siaga darurat. Tanpa itu, operasi tidak bisa dijalankan karena biayanya dan risikonya sangat besar,” jelasnya.
Lebih lanjut, BMKG menegaskan bahwa siklon tropis dapat diprediksi hingga delapan hari sebelumnya. Peringatan dini telah dikirimkan berulang kali saat adanya Siklon Senyar. Pemerintah daerah dapat secara aktif berkonsultasi dengan Balai Besar BMKG, segera menggelar rapat koordinasi bersama Forkopimda, serta memperkuat sistem respons dini menjelang libur Nataru.
BMKG juga membuka posko nasional di berbagai pelabuhan dan bandara, serta menyiapkan aplikasi pendukung seperti radar cuaca, DWT untuk jalan raya, dan Inavis (In-Weather Information System) untuk pemantauan laut.
Mendagri menyampaikan bahwa dua kejadian besar, banjir bandang dan longsor di Cilacap dan Banjarnegara (Jawa Tengah), serta bencana luas di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi peringatan nyata bahwa ancaman dapat muncul kapan saja dan di lokasi mana pun.
“Kita belum tahu apa yang menghadang ke depan. Sama seperti yang terjadi di Sumatera Utara, kejadiannya sangat cepat dan kita mungkin kurang siap,” ujarnya.
Faisal menutup paparannya dengan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memaksimalkan peringatan dini menjadi tindakan dini.
“Rapat ini penting agar kita memiliki kesiapsiagaan dengan awas, siaga menuju keselamatan. Early warning menimbulkan early action menuju zero victim,” tutupnya. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)




