DOKUMENTASI: Antusias masyarakat pencari kerja di Job Fair 2025, sejak pagi terlihat membanjiri GOR Ken Arok, Kedungkandang beberapa lalu. (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Belakangan muncul kalimat sarkasme dari masyarakat: Banyak Pekerjaaan Tapi Siapa Yang Mau Bayar? Dalam sebuah berita yang dikutip Redaksi Malang Post, BPS Provinsi Jawa Timur melaporkan.
Bahwa TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) secara keseluruhan di Jatim terus menurun pada Februari 2025, mencapai 3,61 %. Namun, ada sejumlah daerah yang tetap menjadi penyumbang terbesar jumlah pengangguran.
Sebuah kajian dari BPS dan sejumlah media lokal mengungkap lima daerah di Jawa Timur yang mencatat pengangguran tertinggi sepanjang periode yang dianalisis.
Berdasarkan data yang dirilis, berikut lima kabupaten/kota di Jatim yang masuk dalam daftar penyumbang pengangguran terbanyak, yaitu:
- Kabupaten Sidoarjo: TPT sekitar 8,05% pada 2023, menjadi yang tertinggi di provinsi.
- Kabupaten Gresik: masuk dalam daftar sepuluh besar penyumbang pengangguran dengan TPT relatif tinggi.
- Kota Surabaya: meski merupakan kota besar dan pusat industri/metropolitan, Surabaya juga tercatat sebagai kontributor pengangguran yang signifikan.
- Kabupaten Bangkalan: berada di antara kabupaten dengan angka pengangguran tinggi.
- Kota Malang: masuk dalam daftar sepuluh besar pengangguran di Jatim.
Menariknya, daerah-daerah tersebut (Gresik, Sidoarjo dan Surabaya) serta wilayah sekitarnya termasuk dalam kelompok dengan UMK tertinggi di Jawa Timur.
Secara teori, upah minimum yang tinggi seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan menurunkan pengangguran. Namun kenyataannya, kawasan Gerbangkertosusila masih menghadapi tantangan besar di bidang tenaga kerja.
Riset menunjukkan beberapa faktor penyebab tingginya TPT di sebuah daerah, antara lain;
- Pertumbuhan PDRB dan peluang industri tinggi, tetapi penyerapan tenaga kerja tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja
- Ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki tenaga kerja dengan kebutuhan industri (mismatch keterampilan).
3.Struktur ekonomi dan urbanisasi: kota besar dan wilayah metropolitan memiliki mobilitas tinggi, tetapi kesempatan kerja tidak selalu merata.
- Upah yang lebih tinggi tidak menjamin terciptanya pekerjaan dalam jumlah besar atau syarat kerja yang lebih mudah dipenuhi.
Fenomena ini menunjukkan bahwa peningkatan UMK saja tidak cukup untuk menekan pengangguran.
Perlu implikasi untuk kebijakan dan perekonomian. Bahkan diperlukan kebijakan yang menyeluruh, antara lain:
- Pelatihan vokasi dan peningkatan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.
- Penciptaan lapangan kerja yang lebih luas, terutama di sektor padat karya.
- Penyeimbangan antara pertumbuhan industri dan penyerapan tenaga kerja lokal.
- Pemantauan wilayah dengan pertumbuhan angkatan kerja tinggi agar tidak menumpuk pengangguran.
Meskipun beberapa daerah di Jawa Timur berada di kawasan industri/metropolitan dengan UMK yang tinggi, persoalan pengangguran tetap ada.
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, Kabupaten Bangkalan, dan Kota Malang menempati posisi lima besar penyumbang pengangguran terbanyak di Jatim.
Upaya meningkatkan upah sejalan dengan kebijakan ketenagakerjaan yang tepat—melalui pelatihan, penyediaan lapangan kerja, dan penyesuaian kebutuhan industri—penting agar kenaikan UMK tidak sia-sia dan pekerja benar-benar terserap ke pasar kerja. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)




