MALANG POST – Tingginya angka kasus kekerasan seksual, bukan hanya karena peningkatan kasus. Tetapi juga disebabkan kesadaran masyarakat untuk melapor meningkat.
Kondisi tersebut disampaikan Kepala UPTD PPA DP3A Kabupaten Malang, Ulfi Atka Ariarti, saat menjadi narasumber talk show di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (22/11/2025).
Atka menyampaikan, mayoritas korban kekerasan seksual di Kabupaten Malang, masih berusia 13 sampai 17 tahun. Pelaku dominan orang terdekat korban, yang seharusnya melindungi. Seperti tetangga dan guru korban.
“Faktor utama yang membuat anak menjadi rentan, seperti kurangnya kehadiran dan perhatian orang tua.”
“Kondisi ini membuat anak mudah terpengaruh, ketika mendapat afirmasi dari orang lain. Meski itu adalah bentuk manipulasi,” katanya.
Sedangkan Fasilitator Forum Anak Malang, Achmad Lutfi, menyampaikan, kesadaran anak-anak tentang child grooming masih sangat minim. Selain itu, orang tua juga belum menganggap hal ini sangat penting.
Karena itu, pihaknya rutin melakukan sosialisasi dan berkolaborasi dengan sekolah. Untuk pencegahan kekerasan seksual pada anak.
Lutfi mengkritisi, kasus kekerasan pada anak baru mendapat perhatian dan komentar publik ketika kasusnya sudah mencuat. Padahal seharusnya pencegahan dilakukan sejak dini.
“Saat ini, Forum Anak tidak hanya fokus pada kekerasan fisik. Tetapi juga memperluas edukasi ke kekerasan digital, seperti child grooming,” tandasnya.
Sementara itu, dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Ratih Eka Pertiwi, S.Psi., M.Psi., menyebut, kebutuhan emosional anak yang tidak terpenuhi oleh orangtua, sering dimanfaatkan pelaku child grooming.
Manipulasi yang dilakukan pelaku, katanya, sering melibatkan proses tarik ulur dengan memberikan bermacam syarat pada anak. Selain itu, pelaku juga seringkali menciptakan rasa keistimewaan pada korban.
“Untuk mengenali tanda-tanda anak yang menjadi target, orang tua harus memperhatikan perubahan perilaku. Seperti anak mulai merahasiakan aktivitas, berbohong, pulang lebih sore dari biasanya atau lebih banyak mengurung diri di kamar,” tegasnya. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)




