BELAJAR: Inilah peserta TOT CBP Rupiah, yang terdiri dari perwakilan Perbarindo, pelaku ritel dan PJPUR di wilayah Malang Raya. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
MALANG POST – Pertumbuhan Rupiah sebagai uang kartal (kertas dan koin), tergolong lambat dibandingkan digitalisasi pembayaran. Utamanya di retailer dan anak muda. Yang saat ini, banyak tidak membawa uang rupiah cash.
Di sisi yang lain, handling uang Rupiah kartal, tetap butuh penanganan khusus. Selain harus betul-betul paham terhadap uang kartal.
Terkait konteks tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran, menggelar Training of Trainers (ToT) CBP Rupiah, di Hotel Grand Mercure Malang, Kamis (13/11/2025).
Pesertanya sejumlah 140 orang. Berasal dari para cash handler dari Perbarindo, pelaku ritel, dan Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) di wilayah Malang Raya.
“Karena setiap hari, kita menggunakan uang Rupiah secara fisik, yang memang handling-nya itu harus sangat paham.”
“Paham itu sebenarnya bagaimana kita membelanjakan, bagaimana tingkat inflasi saat ini, sampai bagaimana berinvestasi. Atau mungkin yang lagi ngetren saat ini, soal redominasi. Jadi lingkupnya semakin luas,” sebut Febrina, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang, saat membuka TOT.
Selain itu, dengan paham Rupiah, juga bisa mendorong peserta untuk memahami fungsi Rupiah dalam perekonomian nasional. Baik sebagai alat pembayaran, satuan hitung, maupun penyimpan nilai.
“Karena itu, peserta TOT juga diberikan edukasi untuk menggunakan Rupiah secara bijak dalam transaksi tunai dan non tunai. Serta mengutamakan pembelian produk dalam negeri guna mendukung ketahanan dan kemandirian ekonomi nasional,” tandas Febrina, yang memulai karirnya di BI sebagai Pengawas Bank Yunior di Kantor BI Solo pada 2006.
Melalui pelaksanaan ToT CBP Rupiah bagi cash handler ini, pihaknya berharap para peserta dapat menjadi mitra strategis dalam menjaga kualitas uang Rupiah yang beredar. Juga meningkatkan kewaspadaan terhadap peredaran uang palsu, serta memperkuat peran Rupiah sebagai simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

CINDERA MATA: Kepala KPwBI Malang, Febrina, bersama perwakilan Perbarindo, perwakilan pelaku ritel dan PJPUR di Hotel Grand Mercure Malang. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Alumni Magister Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM ini juga menyebut, dalam materi Cinta, Bangga dan Paham Rupiah, terdapat tiga aspek utama, selain terkait Paham Rupiah tersebut.
Yakni Cinta Rupiah, agar bisa meningkatkan kemampuan peserta, dalam mengenali karakteristik dan desain uang Rupiah, serta memperlakukan Rupiah dengan benar. Seperti tidak mencoret, melipat, meremas, membasahi, ataupun menstapler uang.
“Kemudian Bangga Rupiah. Agar bisa menumbuhkan kesadaran, bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah, simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta alat pemersatu bangsa.”
“Melalui pemahaman ini, peserta diharapkan dapat menumbuhkan dan menularkan rasa bangga dalam menggunakan Rupiah di seluruh wilayah NKRI,” ujar ibu dua anak ini
Dalam kesempatan tersebut, Febrina juga sempat menyinggung perkembangan QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard), yang sekarang berkembang juga menjadi QRISTAP maupun QRIS Cross Border.
“Untuk QRIS Cross Border itu, adalah aplikasi yang digunakan oleh wisatawan. Wisatawan manca negara, bisa scan QRIS kita.”
“Hanya saja, saat ini yang menggunakan QRIS Cross Border itu yang lebih banyak menggunakan masih wisatawan di negara partner. Seperti Thailand, Singapore, kemudian Malaysia. Kemarin, pada 17 Agustus sudah bisa dipakai di Jepang. Menyusul Tiongkok dan Saudi.”
“Sedang wisatawan manca negara, belum banyak menggunakan QRIS Cross Border saat berada di Indonesia,” tegasnya. (Ra Indrata)




