Farid Faletehan, Kepala OJK Malang, saat paparan kinerja OJK Malang. (Foto: Eka Nurcahyo/Malang Post)
MALANG POST – Pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) seperti leasing dan lainnya ternyata bisa menjalin kerjasama dengan lembaga penagih untuk menerjunkan penagih (debt collector) ke lapangan. Yaitu, melakukan penagihan terhadap konsumen yang wanprestasi.
Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 pasal 60 sampai 62. Yaitu, tentang penagihan untuk produk kredit dan pembiayaan.
Menurut Kepala OJK Malang, Farid Faletehan, dalam PUJK melakukan penagihan terhadap konsumen wanprestasi perlu etika yang baik sesuai aturan yang berlaku. Di antaranya, wajib memberikan surat peringatan (SP).
Isi surat peringatan itu tentu harus sesuai dengan jangka waktu dalam perjanjian. Selain itu juga memuat informasi paling sedikit:
(1) tanggal jatuh tempo, (2) jumlah hari keterlambatan, (3) outstanding pokok terutang, (4) manfaat ekonomi pendanaan, dan
(5) denda yang terutang dan/atau ganti rugi yang terutang.
Dalam POJK itu bahwa PUJK dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan kredit atau pembiayaan
kepada konsumen. PUJK wajib menuangkan kerja sama dengan pihak lain paling kurang dalam bentuk perjanjian tertulis.
Kerja sama dengan pihak lain itu wajib memenuhi ketentuan:
a. pihak lain berbentuk badan hukum; b. pihak lain memiliki izin dari instansi berwenang; dan/atau
c. pihak lain memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi dan/atau asosiasi penyelenggara yang terdaftar di OJK.
PUJK bertanggung jawab atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain.
PUJK wajib melakukan evaluasi secara berkala atas kerja sama dengan pihak lain itu.
POJK itu juga menjelaskan bahwa PUJK wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan per-UU.
PUJK wajib memastikan penagihan dilakukan: a. tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan, dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan
Konsumen; b. tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; c. tidak kepada pihak selain konsumen; d. tidak secara terus menerus yang bersifat mengganggu; e. di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen; f. hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat; dan g. sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penagihan di luar tempat dan/atau waktu hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau
perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu. Ketika ada aduan konsumen terkait debt collector, OJK berada di tengah-tengah. Tak menguntungkan PUJK ataupun konsumen.
“Jika konsumen benar wanprestasi maka penuhi tanggungannya itu. Kalau memang tidak bisa memenuhinya, maka serahkan barang yang didapat dari pinjaman di PUJK itu kepada pihak PUJK,” jelas Farid saat paparan ke awak media dalam kegiatan jurnalist class di Makassar.
Demikian juga untuk nasabah perbankan yang mengambil kredit dan kemudian bermasalah dalam cicilan, menurut Farid sebaiknya mengajukan restrukturisasi. Pihak perbankan pasti turun untuk survei, bisakah pinjaman nasabah itu bisa direstrukturisasi atau tidak.
Jika restrukturisasi tak mendapat persetujuan, dan nasabah tetap wanprestasi, maka perbankan biasanya memberikan SP1 sampai SP2. Saat kurun itu, nasabah dapat menjual agunan itu ke pihak lain agar bisa menyelesaikan tanggungannya.
Setelah ada SP1 dan SP2, nasabah tetap wanprestasi, maka pihak bank bisa melakukan lelang atau cessie terkait agunan nasabah berdasarkan isi perjanjiannya.(Eka Nurcahyo)




