MALANG POST – Sebanyak 105 mahasiswa Politeknik Negeri Malang (POLINEMA) mengikuti implementasi AI Ready ASEAN pada Selasa 11 November 2025. Pelatihan diselenggarakan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) bekerja sama dengan Politeknik Negeri Malang (Polinema).
“Manfaatkan kecerdasan artifisial secara etis dan bertanggung jawab,” kata master trainer AI Ready ASEAN, Dian Anita Maharani.
Kecerdasan Artifisial (AI) secara sistematis dapat menghasilkan bias yang tidak adil menguntungkan atau merugikan kelompok atau individu tertentu. Bias bisa merugikan populasi tertentu. “Fenomena ini mencerminkan ketidaksetaraan dalam data pelatihan,” ujarnya.
Hasil bias juga diamini oleh salah seorang peserta, Hafidz. Menurutnya, bias dalam hasil AI bisa diatasi. “Bias bisa diatasi dengan diversifikasi data, audit algoritma, dan peningkatan transparansi dalam pengembangannya,” ujarnya.
Master Trainer AI Ready, Rini Kartini, menjelaskan beragam keunggulan AI. Salah satunya membantu meningkatkan kreativitas, termasuk membuat konten di media sosial. “Kerja lebih efisien,” ujarnya.
Rini mengaku terbantu dengan AI dalam mencari jurnal yang dibutuhkan untuk menulis karya ilmiah. Selain itu juga memudahkan proses belajar. “Kalau manual, harus membuka satu per satu jurnal. Sedangkan saya perlu mengulik ratusan jurnal untuk tugas program doktoral,” kata Rini.
Rini juga menyebutkan beberapa kekurangan AI, seperti akurasi dan misinformation. Menurutnya tidak semua data yang diberikan benar. “Jangan langsung percaya data yang diberikan. Verifikasi dulu,” katanya.

Selain itu, secara etis juga perlu menyebutkan jika jurnal tersebut didukung AI. Rini juga menyinggung potensi AI memicu ketergantungan emosional dan gangguan mental, bahkan mendorong bunuh diri pada pengguna yang rapuh. “Tahun lalu ada gadis di Amerika yang bunuh diri,” ujarnya.
Kasus ini berujung gugatan yang diajukan Social Media Victims Law Center dan Tech Justice Law Project atas nama enam orang dewasa dan satu remaja. Dalam gugatannya, OpenAI disebut menyadari risiko psikologis ChatGPT, namun perusahaan itu tetap merilis model GPT-4o secara terburu-buru tanpa pengujian keamanan memadai pada Mei 2024. ChatGPT dituding manipulatif dan didesain terlalu menyenangkan pengguna (sycophantic).
Kepala Program Studi D-IV Teknik Informatika, Ely Setyo Astuti, menuturkan AI tidak bisa dihindari, namun harus dikendalikan. “Sebagai mahasiswa, kita perlu berpikir kritis menghadapi deepfake yang diproduksi dengan AI,” katanya.
Implementasi AI Ready ditargetkan diikuti lebih dari 5,5 juta jiwa, warga ASEAN, penerima manfaat. Program dilaksanakan di 10 negara ASEAN. Di Indonesia, program AI Ready ASEAN bekerja sama dengan Learning Implementation Partner (LIP), yang terdiri atas Mafindo, Ruangguru, Kaizen, Coding Bee, dan BeBras.
AI Ready ASEAN merupakan kemitraan antara ASEAN Foundation dan Google.org yang bertujuan membekali masyarakat dengan keterampilan untuk menghadapi perkembangan masa depan AI. Program ini menyasar siswa/mahasiswa, guru, dan orang tua. Silabus AI Ready ASEAN dirancang untuk membangun literasi dan kompetensi dasar AI. Terbagi atas empat audiens target: pemuda (youth), orang tua (parents), pendidik (educators), dan master trainer (master trainers).
Modul-program dikelompokkan dalam empat kategori utama: AI Fundamental (Dasar AI), AI Usage & Implementation (Penggunaan & Implementasi AI), AI Ethic, Privacy & Security (Etika, Privasi & Keamanan AI), Teaching About AI (Mengajar Tentang AI). Peserta memiliki akses ke platform Learning Management System (LMS) melalui laman https://www.aiclassasean.org, sehingga memungkinkan pelatihan implementasi diakses secara fleksibel dan berkelanjutan.
MAFINDO didukung ASEAN Foundation dalam melaksanakan program AI Ready ASEAN sebagai inisiatif strategis untuk memberikan pelatihan dasar tentang Kecerdasan Artifisial. Sasarannya meliputi siswa/mahasiswa, guru, dan orang tua (pendamping anak muda) di 41 wilayah kerja MAFINDO. MAFINDO bekerja sama dengan institusi pendidikan dan komunitas lainnya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)




