MALANG POST – Tak hanya Dana Desa (DD) yang berpotensi menyusut tahun depan. Alokasi Dana Desa (ADD) juga diprediksi bakal turun. Lagi-lagi, penyebabnya adalah pengurangan dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat yang mencapai Rp168,8 miliar.
Pemkot Batu pun memastikan akan menyesuaikan anggaran sesuai kemampuan fiskal daerah. Wali Kota Batu, Nurochman mengatakan, proyeksi TKD 2026 hanya berkisar Rp597,3 miliar, turun cukup signifikan dibanding tahun ini. Jumlah itu pun masih akan dikurangi oleh Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU).
“Artinya, alokasi untuk ADD otomatis ikut terkoreksi. Tapi prinsipnya tetap kita bagi ke 19 desa di Kota Batu,” ujar Cak Nur, Minggu (9/11/2025)
Sebagai gambaran, anggaran ADD 2024 tercatat Rp55,2 miliar. Tahun ini sedikit naik menjadi Rp56,4 miliar. Namun, untuk tahun depan, nilainya belum bisa dipastikan karena menunggu finalisasi APBD. Yang jelas, besaran ADD dihitung 10 persen dari total APBD Kota Batu.
Cak Nur menjelaskan, ADD selama ini menjadi sumber utama pembiayaan desa. Mulai dari operasional pemerintahan desa, pembangunan infrastruktur, pembinaan masyarakat, hingga pemberdayaan ekonomi warga. Termasuk pula Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk penanganan kejadian luar biasa.
Namun dengan turunnya TKD, desa juga harus siap berhemat. “Karena ADD bersumber dari APBD, otomatis kemampuan fiskal daerah yang turun akan ikut berpengaruh ke fiskal desa,” tegasnya.
Meski begitu, ia mengingatkan agar pemerintah desa tetap menjaga sinkronisasi program dengan visi misi pemerintah daerah. “Fokus pada program yang langsung berdampak bagi masyarakat. Jangan sampai kegiatan yang dijalankan tidak efektif,” imbuhnya.
Selain efisiensi anggaran, Cak Nur juga mendorong desa menjalin kerja sama dengan DPRD. Terutama dalam memanfaatkan dana pokok pikiran (pokir) yang bisa menopang pembangunan desa. “Misalnya untuk program fisik seperti perbaikan rumah tidak layak huni, rehabilitasi jalan lingkungan, atau perbaikan drainase,” jelasnya.

NGOBROL SANTAI: Pemkot Batu bersama Apel Kota Batu saat menggelar ngobrol santai membahas berbagai hal berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Ketua DPRD Kota Batu Didik Subiyanto mengamini langkah itu. Ia menyebut, kolaborasi antara desa dan DPRD bisa menghasilkan proyek pembangunan berskala besar dan berdampak luas. “Ke depan, proyek tidak lagi mengecer dalam skala kecil. Kita buat lebih terintegrasi dan kolektif,” katanya.
Didik mencontohkan, proyek paving yang sebelumnya hanya dikerjakan ratusan meter, kini bisa digarap sekaligus dalam satu paket besar lintas wilayah. Skema serupa juga akan diterapkan untuk rehabilitasi sekolah dan infrastruktur publik lain.
Menurutnya, pola kerja kolektif ini sudah diuji coba lewat program Asta Citra Presiden RI Prabowo Subianto yang mulai berjalan tahun ini. “Di Kota Batu masih tahap usulan, tapi akan segera dibahas dan diterapkan,” ujarnya.
Hanya saja, Didik tak menampik bahwa dana pokir pun berpotensi ikut terimbas pemangkasan TKD tahun depan. Ia enggan menyebut nominal rata-rata dana pokir tiap anggota dewan, namun mengaku nilainya dihitung berdasar jumlah usulan reses. “PR kami ke depan adalah kurasi. Hanya usulan yang benar-benar prioritas yang akan didanai,” tegas politikus PKB itu.
Dari sisi desa, para kepala desa mulai bersiap dengan berbagai skenario penghematan. Kepala Desa Pendem, Tri Wahyuwono Efendi, mengatakan ADD yang diterima desanya tahun ini mencapai Rp3,2 miliar. Dana tersebut digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dan pembangunan fisik, termasuk perbaikan infrastruktur lingkungan.
“Informasinya memang tahun depan berkurang, tapi kami belum tahu persis berapa. Yang jelas kami harus menyesuaikan,” ujarnya.
Pendik sapaanya juga menyambut baik rencana kolaborasi dengan DPRD melalui dana pokir. Sebab selama ini, pokir terbukti membantu banyak program desa. “Mulai dari rehabilitasi rumah, pavingisasi, pengaspalan, hingga pengadaan alsintan (alat dan mesin pertanian),” tuturnya.
Ia berharap, meski alokasi dana berkurang, sinergi antara desa, DPRD dan Pemkot bisa terus terjaga. “Kalau bisa, pembangunan tidak berhenti hanya karena efisiensi. Justru dengan gotong royong, dampaknya bisa tetap besar,” pungkasnya. (Ananto Wibowo)




