MALANG POST – Rencana pengoperasian Bus Trans-Jatim koridor Malang Raya mulai bikin waswas para sopir angkot di Kota Batu, utamanya mereka yang beroperasi di jalur Batu–Junrejo–Landungsari (BJL). Mereka khawatir, kehadiran bus plat merah itu bakal menggerus penumpang angkot yang selama ini jadi tumpuan hidup.
Karena itu, puluhan sopir jalur BJL pun kompak menyuarakan keresahan. Mereka menilai, rute Trans-Jatim yang akan melintasi wilayah yang sama berpotensi mengalihkan minat penumpang ke moda transportasi baru itu.
Karena itu, para sopir mendesak Pemkot Batu agar seluruh armada BJL dialihkan menjadi bagian dari program Angkutan Pelajar Gratis (Apel Gratis) milik Pemkot Batu. Mereka menilai, langkah itu bisa jadi solusi konkret untuk menyelamatkan mata pencaharian sekaligus memperkuat layanan transportasi pelajar.
Desakan tersebut disampaikan langsung dalam pertemuan antara Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batu dan perwakilan sopir BJL beberapa waktu lalu. Dalam forum itu, suara para sopir terdengar bulat, jangan sampai Trans-Jatim membuat mereka kehilangan lahan.
Koordinator sopir angkot jalur BJL, Mulyono mengatakan, sebagian besar sopir kini hidup di tengah ketidakpastian. “Trans-Jatim ini memang bagus, tapi efeknya pasti terasa ke kami. Penumpang umum akan lebih pilih bus karena lebih nyaman dan murah,” ujarnya, Kamis (6/11/2025).
Menurut Mulyono, dari total 22 unit angkot jalur BJL, hanya 9 unit yang sudah masuk ke program Apel Gratis. Sisanya, 13 unit masih beroperasi secara reguler dan belum terserap ke program pemerintah.
“Kalau Trans-Jatim jalan, kami yang belum masuk program bisa habis penumpangnya. Karena itu, kami berharap semuanya bisa dialihkan ke Apel Gratis. Ini langkah paling realistis,” tegasnya.

BERJEJER: Angkutan yang ada di terminal Kota Batu berjajar rapi, seiring terus menurunnya jumlah penumpang. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Tak hanya soal nasib sopir, Mulyono juga menyoroti kebutuhan transportasi pelajar di Kota Batu yang semakin meningkat. Ia mengaku, banyak siswa yang sebenarnya tidak terdata dalam program Apel Gratis, namun tetap diangkut setiap hari.
“Kadang kami tetap angkut karena kasihan. Mereka mau sekolah, tapi nggak kebagian armada. Permintaan tinggi, armadanya terbatas,” tuturnya.
Program Apel Gratis sendiri sudah menjadi andalan Pemkot Batu untuk mempermudah mobilitas pelajar. Setiap harinya, ratusan siswa dari berbagai sekolah memanfaatkan layanan itu untuk berangkat dan pulang sekolah tanpa biaya.
Meski masih tahap persiapan, rencana beroperasinya Bus Trans-Jatim di wilayah Malang Raya—termasuk rute Malang–Batu—sudah menjadi perbincangan hangat.
Sebagian pihak menilai, kehadiran bus ini bisa menjadi solusi transportasi massal modern yang aman dan efisien. Namun bagi para sopir angkot, tanpa kebijakan transisi yang adil, keberadaannya justru bisa mengancam keberlangsungan ekonomi lokal.
“Kalau pemerintah mau perbarui sistem transportasi, kami setuju. Tapi jangan sampai yang lama disingkirkan begitu saja. Kami siap berubah, asal tetap dilibatkan,” katanya.
Menanggapi desakan tersebut, Kabid Angkutan Dishub Kota Batu, Hari Juni Susanto menyampaikan, bahwa usulan para sopir BJL akan ditampung dan dikaji lebih lanjut.
“Prinsipnya kami terbuka. Usulan konversi angkot menjadi armada Apel Gratis sedang kami pertimbangkan sambil menunggu hasil forum group discussion (FGD) bersama Dishub Jatim,” ungkapnya.
Hari Juni menambahkan, evaluasi menyeluruh terhadap sistem angkutan di Kota Batu memang tengah dilakukan, termasuk kemungkinan penyesuaian tarif angkutan reguler.
“Nantinya, kami akan undang koordinator dari sembilan jalur angkot serta perwakilan Organda. Semua akan dibahas bersama agar solusi yang diambil bisa berpihak ke masyarakat tanpa menimbulkan konflik dengan kebijakan provinsi,” tutupnya. (Ananto Wibowo)




