MALANG POST – Dinas Pendidikan (Dindik) Provinsi Jawa Timur kembali menegaskan komitmennya membangun sekolah yang bukan hanya mencetak siswa berprestasi. Tapi juga menumbuhkan rasa aman, nyaman dan saling menghargai di lingkungan pendidikan.
Komitmen itu disampaikan Kepala Dindik Jatim Aries Agung Paewai dalam kegiatan Sosialisasi Pendidikan Anti Kekerasan di Sekolah SMK yang berlangsung di Hotel Batu Suki, Kota Batu, 5–7 November 2025.
Kegiatan ini diikuti para guru, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan pengurus OSIS dari SMK Negeri yang mewakili 24 Cabang Dinas Pendidikan se-Jawa Timur. Hadir pula para Kasi SMK Cabang Dindik dari berbagai daerah, untuk memperkuat koordinasi kebijakan anti kekerasan di lingkungan sekolah kejuruan.
“Sekolah yang hebat bukan diukur dari banyaknya piala, tapi dari seberapa aman dan bahagianya siswa belajar di dalamnya,” tegas Aries.
Aries tak menutup mata terhadap berbagai kasus kekerasan yang masih terjadi di lingkungan sekolah. Mulai dari perundungan (bullying), kekerasan verbal, diskriminasi, hingga kekerasan berbasis siber (cyberbullying).

TEKANKAN: Kepala Dindik Jatim, Aries Agung Paewai dalam kegiatan sosialisasi pendidikan anti kekerasan di sekolah SMK, yang digelar di Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Menurutnya, budaya senioritas, komunikasi yang kurang empatik dan lemahnya pengawasan digital sering kali menjadi akar persoalan. “Kalau sekolah ingin maju, budaya kekerasan harus dihentikan. Semua pihak harus bersatu mengatasinya, guru, siswa dan orang tua,” ujarnya.
Ia menambahkan, upaya pencegahan kini memiliki payung hukum yang kuat melalui Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 dan Keputusan Sekjen Kemendikbudristek Nomor 49/M/2023, tentang tata cara pencegahan serta penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Regulasi ini memastikan seluruh warga sekolah dari siswa hingga tenaga pendidik, berhak mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, verbal, psikis, maupun digital.
Dalam forum itu, Aries menegaskan pentingnya peran guru, terutama wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, sebagai garda terdepan pencegahan kekerasan.
Guru, menurutnya, harus menjadi teladan dalam tutur kata dan perilaku, serta peka terhadap perubahan sikap siswa. “Kalau ada anak yang tiba-tiba pendiam, menjauh, atau tampak tertekan, jangan diabaikan. Bisa jadi dia sedang menghadapi masalah,” katanya.
Untuk memastikan kebijakan anti kekerasan berjalan efektif, Dindik Jatim menyiapkan tiga strategi utama, diantaranya pencegahan primer yakni, sosialisasi sekolah aman dan ramah di setiap awal semester.
Integrasi nilai anti kekerasan dalam kegiatan MPLS, OSIS dan prakerin. Pelatihan guru tentang Positive Discipline dan penanganan siswa emosional. Pembentukan Satgas Sekolah Anti Kekerasan yang melibatkan guru, siswa dan konselor.

Kedua, Penanganan Sekunder (Saat Terjadi), penanganan cepat dengan pendekatan restoratif, tanpa kekerasan balasan. Pemisahan pelaku dan korban untuk mencegah trauma lebih lanjut. Pendampingan melalui konseling guru BK serta koordinasi dengan psikolog, Dinsos, dan kepolisian.
Ketiga, Rehabilitasi (Setelah Terjadi), dengan melakukan lendampingan psikologis bagi korban, pembinaan karakter bagi pelaku dan evaluasi sistem sekolah agar kasus serupa tidak terulang.
Tak hanya strategi teknis, Dindik Jatim juga menggerakkan budaya positif di sekolah. Salah satunya lewat gerakan 3S Senyum, Sapa, Salam yang sederhana tapi berdampak besar dalam menciptakan atmosfer ramah di lingkungan pendidikan.
Aries juga mendorong sekolah menjadikan upacara dan apel pagi sebagai ruang pembiasaan nilai empati, tanggung jawab dan kepedulian sosial. “OSIS, Pramuka dan kegiatan ekstrakurikuler harus dilibatkan aktif dalam kampanye anti-bullying,” tuturnya.
“Mari wujudkan SMK yang Aman, Ramah dan Bermartabat. Tempat di mana setiap siswa merasa dihargai dan setiap guru menjadi teladan dalam kasih dan ketegasan,” tambahnya.
Program Sekolah Aman dan Ramah menjadi bagian dari langkah besar Dindik Jatim dalam membangun ekosistem pendidikan berkarakter dan inovatif. Sejumlah program lain juga tengah dijalankan, seperti Sekolah Inovatif Ketahanan Pangan (SIKAP) dan East Java Innovation Education Summit (EJIES).
Semua itu dirancang untuk memperkuat misi Jatim Cerdas yang berorientasi pada pembentukan generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045.
“Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tapi pembentukan karakter dan budaya damai. Dari sekolah yang aman dan bahagia, lahir generasi cerdas yang berdaya saing,” pungkas Aries. (Ananto Wibowo)




