MALANG POST – Reuni Aliansi Alumni Aktivis PPMI dan Seminar Nasional di Auditorium UB Malang, Sabtu, 25 Oktober 2025.
Suasana penuh inspirasi ketika para alumni, akademisi, dan pembuat kebijakan berkumpul menyuarakan kolaborasi untuk masa depan bangsa.
FAA PPMI adalah wadah bagi para alumni pers mahasiswa seluruh Indonesia yang berdiri sejak 24 Januari 2015 di Jakarta. FAA PPMI beranggotakan ribuan alumni pers mahasiswa yang pernah aktif di Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) dari berbagai kampus di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua.
Dalam reuni tahun 2025 ini FAA PPMI mengusung tema “Oase Gelap Terang Indonesia” sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi Indonesia saat ini.
Dalam kesempatan ini juga hadir Rektor Universitas Brawijaya (UB) Prof. Widodo, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, dan Aktivis Sosial Inayah Wahid.
Prof. Widodo, selaku tuan rumah dalam pidato pembukaan acara, menyatakan bahwa Indonesia masih menghadapi banyak persoalan. Salah satunya adalah kesenjangan sosial dan ekonomi.
Menurut dia, rata-rata pertumbuhan ekonomi 5 persen tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. “Selain itu penduduk miskin masih banyak, sehingga muncul pertanyaan, siapa yang paling menikmati pertumbuhan ekonomi ini?,” katanya.
Di sisi lain, rektor yang sangat terbuka kepada wartawan ini mengatakan hanya 13 persen penduduk Indonesia yang lulus dari perguruan tinggi. Padahal, di negara maju lulusan perguruan tinggi bisa mencapai 40–50 persen.
“Ketika pertumbuhan ekonomi tidak diiringi kualitas sumber daya manusia maka kesenjangan ekonomi dan sosial semakin lebar,” ujarnya. Menurut Prof. Widodo, animo masyarakat Indonesia terhadap pendidikan tinggi sebenarnya besar.

Indonesia juga memiliki lebih dari 4.000 perguruan tinggi. Tetapi lulusan SMA yang melanjutkan studi baru sekitar 30 persen. “Hambatan biaya dan pola pikir masih menjadi faktor utama penyebabnya,” ujarnya.
Rendahnya tingkat pendidikan tersebut, lanjut Widodo, menyebabkan rendahnya kapasitas inovasi nasional. “Termasuk daya kewirausahaan yang hanya sekitar 3 persen dari populasi, padahal negara maju berada di atas 10 persen,” ujarnya.
Akibatnya, kontribusi industri teknologi terhadap perekonomian juga rendah. Sumber daya alam yang melimpah pun belum memberikan nilai tambah signifikan.
Situasi tersebut menunjukkan bahwa perbaikan kualitas SDM adalah faktor kunci untuk mencapai target Indonesia Emas 2045. Karena itu, Widodo menyarankan pemerintah untuk menata kembali strategi dan alokasi anggaran serta meningkatkan kualitas pendidikan dan industri secara terintegrasi.
“Seluruh pemimpin bangsa memiliki tanggung jawab historis untuk memastikan setiap potensi yang dimiliki Indonesia mampu menghasilkan kemakmuran yang berkelanjutan bagi seluruh rakyat,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengkaji oase gelap terang Indonesia dari sisi teknologi komunikasi. Menurut Nezar, Indonesia memiliki banyak modal untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Indonesia saat ini memasuki masa yang menentukan optimalisasi bonus demografi.
“Kita punya modal yang baik dan luar biasa, yaitu kekayaan alam dan talenta manusia untuk membawa satu proses yang inovatif dan kreatif di masa ini,” kata Nezar. Menurut Nezar, generasi muda Indonesia juga mesti disiapkan untuk menghadapi persaingan teknologi komunikasi. Salah satunya adalah artificial intelligence (AI).
Dia mengatakan generasi muda sekarang harus mendapat pengetahuan yang cukup tentang manfaat dan risiko dari kecerdasan buatan dalam kehidupan sekarang.
“Kita harus mempersiapkan generasi ke depan dengan pengetahuan yang cukup tentang teknologi ini. Adopsi teknologi harus terukur,” katanya.
Nezar berharap generasi muda juga bisa berpikir kritis terhadap teknologi atau masalah di sekitarnya. Menurut dia, kesadaran kritis bisa mencegah manusia menjadi budak teknolog.
“Kecerdasan buatan tidak bisa memperbudak kita kalau kita punya critical thinking,” ujarnya. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)




