
Rektor Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. (Foto: M. Abd. Rachman Rozzi/Malang Post)
MALANG POST – Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., menjadi pembicara kunci dalam acara TEFLIN UB 2025. Ia menyampaikan dua kebijakan pendidikan fundamental yang akan segera diterapkan di Indonesia.
Yaitu, integrasi Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib mulai Kelas 3 Sekolah Dasar (SD) dan keharusan bagi para guru untuk menguasai teknologi Kecerdasan Buatan (AI).
Dalam pidatonya, Prof. Abdul Mu’ti menekankan perlunya reformasi dalam sistem pendidikan dasar di Indonesia untuk menghadapi tantangan global dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini.
- Bahasa Inggris Masuk SD Kelas 3
Prof. Mu’ti mengumumkan inisiatif agar Bahasa Inggris tidak lagi hanya menjadi muatan lokal atau pilihan di banyak daerah, melainkan menjadi mata pelajaran yang distandardisasi dan dimulai sejak Kelas 3 SD.
Tujuan: Memperkenalkan kemampuan literasi dan komunikasi dasar Bahasa Inggris lebih awal kepada siswa, mengingat pentingnya bahasa Inggris dalam era globalisasi.
Implikasi: Kebijakan ini menuntut kesiapan infrastruktur, kurikulum yang sesuai, dan terutama, guru SD yang kompeten dalam mengajar Bahasa Inggris.
- Guru Harus Siap Menguasai AI
Poin kedua yang digarisbawahi oleh Mendikdasmen adalah pentingnya integrasi teknologi dalam pendidikan. Ia menegaskan bahwa para guru, termasuk guru Bahasa Inggris, harus siap menguasai dan memanfaatkan Kecerdasan Buatan (AI) untuk menunjang proses belajar-mengajar.
Pemanfaatan AI: AI diharapkan dapat membantu personalisasi pembelajaran, menyediakan materi ajar yang interaktif, dan meringankan beban administrasi guru.
Peran Guru: Prof. Mu’ti mengingatkan bahwa meskipun teknologi AI digunakan, peran guru tetap sentral, terutama dalam membimbing siswa menggunakan gawai dan AI secara bijak dan bertanggung jawab. Kesiapan guru dalam mengadopsi teknologi ini akan menjadi salah satu fokus pelatihan dan pengembangan profesional ke depan.
Desain Mendikdasmen RI itu, juga menjadi perhatian Rektor UM, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. Ia pun menanggapi konsep Prof Mu’ti.
Menurut orang nomer satu di Universitas Negeri Malang (UM) ini, bahwa sebenarnya penting bisa belajar dari para pendiri bangsa kita dulu.
Seperti, Tan Malaka, Agus Salim dan tokoh-tokoh lain. Meskipun ada perbedaan pandangan politik, mereka menguasai bahasa internasional.
Ambil contoh Semaun. Dia bukan lulusan luar negeri. Tapi ketika pidato di depan mahasiswa Indonesia yang ada di Belanda yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, Semaun menggunakan bahasa Belanda.
Ketika Semaun memberi paparan di Jerman, ia juga menggunakan bahasa Jerman. Dalam konteks lain, tokoh-tokoh seperti Hatta, Sultan Syahrir, Tan Malaka, Soekarno—yang pernah di luar negeri—rata-rata menguasai bahasa internasional sebagai jembatan mengenal dunia.
Lalu bagaimana kita bisa mewariskan kesiapan seperti itu? Termasuk kesiapan dari mahasiswa UM sendiri?
Menurutnya, dalam dua tahun terakhir ini UM telah menerapkan kebijakan UKBI (Uji Kompetensi Bahasa Indonesia) sebagai bagian persiapan akademik. Uji kompetensi bahasa Inggris, bahasa Mandarin dan sebagainya dilakukan di awal perkuliahan.
Mereka yang belum memenuhi standar diberikan pendampingan, sementara yang telah memenuhi standar didampingi agar kelak bisa melanjutkan studi dan/atau bekerja di luar negeri.
Penguasaan bahasa Inggris dan bahasa Mandarin dianggap sebagai faktor penting. Sehingga lulusan dengan skor IELTS di atas 6,5 atau skor bahasa Mandarin yang memadai memiliki peluang lebih besar untuk bekerja di luar negeri.
Ini juga menjadi salah satu barrier yang perlu diatasi agar Indonesia dapat bersaing secara global. Singapura dan Malaysia, lanjutnya menjadi perguruan tinggi kelas global karena penggunaan bahasa internasional dalam cakupan akademik dan profesional. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)