MALANG POST – Anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Dewanti Rumpoko menegaskan, pentingnya sosialisasi yang masif sebelum Trans Jatim koridor Malang Raya resmi beroperasi. Ia menilai, sebagian masyarakat terutama sopir angkot masih belum sepenuhnya memahami tujuan program transportasi publik tersebut.
“Belum semuanya setuju. Yang tidak setuju itu karena belum paham. Sosialisasinya belum dilakukan, mereka sudah punya persepsi sendiri,” ujar Dewanti, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, kehadiran Trans Jatim justru diharapkan membawa manfaat bagi semua pihak, bukan malah mematikan mata pencaharian sopir angkot.
“InsyaAllah setelah pertemuan beberapa waktu lalu, sudah ada titik temu. Kami minta Dishub Jatim terus turun ke lapangan untuk menjelaskan program ini, biar masyarakat dan para sopir paham betul,” tegasnya.
Dewanti menegaskan, Trans Jatim hadir sebagai pelengkap moda transportasi di Malang Raya. Sistem trayek dan jalur pun masih dibahas bersama Dishub, sopir dan masyarakat. “Rute yang akan dilalui bisa berubah sampai ada titik temu yang win-win solution. Setelah itu baru dijalankan,” tambahnya.
Ia menyebut, manfaat Trans Jatim sangat besar bagi warga, mahasiswa, hingga wisatawan. Apalagi setiap tahun ada lebih dari 100 ribu mahasiswa baru datang ke Malang Raya. Sebagian besar belum memiliki kendaraan pribadi.
“Mereka bisa pakai Trans Jatim, jadi lebih hemat dan aman. Begitu juga wisatawan dari luar kota seperti Jakarta, bisa langsung terlayani tanpa keluar biaya transportasi mahal,” jelas mantan Wali Kota Batu itu.
Dewanti mengapresiasi kebijakan subsidi tarif dari Pemprov Jatim. Dengan ongkos hanya Rp5 ribu sekali jalan, masyarakat bisa menikmati armada ber-AC dengan sistem pembayaran non-tunai.
“Kalau masuk hitungan, Rp5 ribu jelas nggak nutup biaya operasional. Tapi ini kan program pelayanan publik. Dampaknya besar, bisa memutar ekonomi dan membantu masyarakat,” katanya.

Anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Dewanti Rumpoko. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Ia menambahkan, subsidi bisa dikurangi secara bertahap jika nanti program ini terbukti efektif dan diminati warga. “Kalau sudah benar-benar memberikan manfaat dan dibutuhkan keberadaannya, secara bertahap subsidi akan dihilangkan,” katanya.
Program Trans Jatim sendiri menunjukkan perkembangan pesat sejak diluncurkan pertama kali pada 2022. Hingga awal 2025, sudah ada enam koridor yang beroperasi.
Data Dinas Perhubungan Jatim mencatat, total penumpang mencapai 1,6 juta orang hanya dalam tiga bulan pertama 2025 (Januari–Maret). Angka tertinggi tercatat di Koridor I Sidoarjo–Surabaya–Gresik dengan 627.946 penumpang.
Disusul Koridor II (Mojokerto–Surabaya) dan Koridor IV (Gresik–Lamongan) yang masing-masing melayani lebih dari 200 ribu penumpang. Sementara Koridor III (Mojokerto–Gresik) dan Koridor V (Surabaya–Bangkalan) meski volumenya lebih kecil, tetap berperan memperluas jangkauan layanan lintas wilayah.
Dengan hadirnya Koridor VI (Sidoarjo–Mojokerto) pada pertengahan 2025, jaringan Trans Jatim semakin solid dan merata. Enam koridor ini membentuk kerangka awal sistem transportasi regional yang siap dikembangkan ke Pasuruan, Jombang, hingga Malang Raya.
Tingginya angka penumpang membuktikan antusiasme masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal. Selain mengurai kemacetan, Trans Jatim juga membantu menekan emisi kendaraan bermotor di kawasan perkotaan.
“Kalau masyarakat sudah mulai terbiasa naik angkutan umum yang nyaman, bersih, dan murah, otomatis lalu lintas lebih lancar dan lingkungan juga lebih sehat,” ujar Dewanti.
Ia berharap, saat koridor Malang Raya mulai beroperasi, dukungan dari semua pihak terutama sopir angkot semakin kuat. “Ini bukan soal siapa yang kalah atau menang. Tapi bagaimana kita sama-sama maju, membangun sistem transportasi yang lebih baik untuk warga,” pungkasnya. (Ananto Wibowo)




