
Foto ilustrasi remaja putri sedang hamil. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Tren pernikahan dini di Kota Batu mulai bergerak ke arah positif. Data terbaru menunjukkan, sepanjang Januari hingga September 2025, hanya ada 35 permohonan dispensasi nikah yang diajukan warga Kota Batu ke Pengadilan Agama (PA) Malang Kelas IA. Angka itu turun tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 148 permohonan.
Dari jumlah tersebut, mayoritas pemohon adalah anak perempuan di bawah umur 19 tahun. Tercatat ada 27 anak perempuan dan 8 anak laki-laki yang mengajukan dispensasi. Mirisnya, sebagian besar permohonan itu masih dipicu oleh kehamilan di luar nikah.
Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kota Batu, Ahmad Jazuli menyebut penurunan ini menjadi sinyal baik dari hasil kerja kolaboratif lintas instansi.
“Jumlah pengajuan tahun ini jauh berkurang dibanding 2024. Masyarakat sekarang lebih realistis, tidak serta merta menjadikan pernikahan sebagai jalan keluar dari masalah,” ujarnya, Kamis (9/10/2025).
Menurut Jazuli, beberapa tahun lalu masih banyak orang tua yang buru-buru menikahkan anaknya karena tekanan sosial atau faktor ekonomi. Misalnya, agar anak yang hamil tidak menanggung malu atau supaya tidak lagi menjadi beban keluarga. Namun kini pola pikir masyarakat mulai berubah.
“Kesadaran masyarakat meningkat. Mereka mulai memahami bahwa menikah bukan solusi instan. Apalagi jika belum siap secara usia, mental dan ekonomi,” imbuhnya.
Jika dirinci per wilayah, Kecamatan Bumiaji menempati posisi tertinggi dengan 18 pengajuan dispensasi, terdiri Dari 15 anak perempuan dan tiga anak laki-laki.
Disusul Kecamatan Batu dengan 13 pengajuan, seluruhnya karena alasan hamil di luar nikah. Sedangkan Kecamatan Junrejo menjadi yang paling sedikit, hanya empat pengajuan, semuanya dari anak perempuan.
Jazuli menambahkan, usia kehamilan para pemohon juga beragam, mulai dari usia kandungan tiga bulan hingga di atas itu. Meski begitu, pihaknya tetap mengapresiasi tren penurunan yang cukup signifikan tahun ini.
“Ini hasil kerja bersama. Sosialisasi tentang bahaya pergaulan bebas dan risiko pernikahan dini dilakukan secara masif. Kami turun langsung ke sekolah-sekolah, pesantren, hingga kelompok remaja,” terangnya.
Program edukasi itu melibatkan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) bersama Kantor Kemenag Kota Batu. Materinya beragam, mulai dari pemahaman hukum perkawinan, kesehatan reproduksi, hingga kesiapan psikologis sebelum menikah.
Namun, di balik penurunan angka itu, fenomena Married by Accident (MBA) masih menjadi penyebab dominan pengajuan dispensasi nikah.
“Sebagian besar karena hamil duluan. Tapi setidaknya sekarang masyarakat tidak lagi panik seperti dulu. Banyak yang memilih konsultasi dulu sebelum mengambil keputusan menikah,” kata Jazuli.
Ia berharap tren positif ini terus berlanjut dan menjadi momentum perubahan cara pandang masyarakat terhadap pernikahan usia dini. Terutama bagi para remaja dan orang tua, agar lebih memahami konsekuensi jangka panjang dari keputusan menikah di usia muda.
“Nikah itu bukan sekadar izin dari negara, tapi juga kesiapan lahir dan batin. Kalau belum siap, justru bisa menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” pungkasnya. (Ananto Wibowo)