
Wali Kota Batu, Nurochman. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Ujian ketahanan fiskal bagi Pemkot Batu bakal berlanjut tahun depan. Sumber pendapatan terbesar daerah ini, yakni dana Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat, diproyeksikan anjlok cukup tajam pada 2026 mendatang.
Jika tahun ini Kota Batu menerima kucuran TKD sebesar Rp764,3 miliar, tahun depan nilainya diprediksi hanya Rp596,3 miliar. Artinya, ada penurunan sekitar Rp168 miliar yang hilang dari pundi-pundi pendapatan daerah.
Praktis kondisi ini menuntut pemkot untuk tidak lagi menjadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekadar jargon. Sektor pajak, retribusi dan potensi lain dari masyarakat harus benar-benar digali secara serius.
“Ini menjadi PR besar bagi kami mengingat kemandirian fiskal Kota Batu masih di angka 25 persen. Sementara 75 persennya masih bergantung dari dana transfer pusat,” ungkap Wali Kota Batu, Nurochman, Selasa (7/10/2025).
Menurutnya, penurunan TKD itu diperkirakan berkaitan dengan kebijakan efisiensi anggaran nasional. Dasarnya, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Pemerintah pusat memang tengah fokus mengarahkan belanja ke program prioritas yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Meski begitu, menurut Cak Nur, berapa pun dana transfer yang diterima tak jadi soal. Ia menegaskan bahwa sejak awal dirinya berkomitmen mengurangi ketergantungan daerah terhadap dana pusat.
Langkah konkret dilakukan dengan pendataan ulang wajib pajak (WP) dan penertiban pengusaha yang kurang patuh dalam membayar kewajiban pajaknya. “Kami juga masif melakukan penertiban kepada pengusaha yang kurang patuh dalam pembayaran pajak,” tegasnya.
Selain itu, pemkot juga memperluas akses dan kemudahan investasi di berbagai sektor. Meski begitu, Cak Nur mengaku tengah merancang pembatasan penggunaan lahan investasi dan pemetaan ulang sektor investasi potensial di Kota Batu.
Kebijakan itu akan dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) yang sedang dikebut pembahasannya tahun ini. Tujuannya bukan untuk membatasi investor, tapi justru menciptakan hubungan timbal balik yang sehat antara dunia usaha, pemerintah dan masyarakat.
“Kami ingin membangun simbiosis mutualisme antara investor dan masyarakat. Itu sekaligus menjadi optimisme kami untuk mengejar target PAD tahun depan,” jelasnya.
Lebih lanjut, menurunnya dana transfer juga bertepatan dengan munculnya inisiatif baru pemkot dalam memperkuat creative finance. Salah satunya lewat pembentukan Forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha (TJSLBU) yang resmi berdiri pada 30 September lalu.
Forum ini menjadi wadah koordinasi pelaku usaha dalam menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) agar lebih terarah dan memberi dampak nyata bagi masyarakat Batu.
Awalnya, forum ini dibentuk untuk mendukung program Beasiswa 1.000 Sarjana, agar tidak seluruhnya bergantung pada APBD. Namun ke depan, perannya diperluas untuk membantu berbagai sektor pembangunan.
“Forum TJSLBU ini bisa mengarahkan dana CSR ke banyak sektor, seperti lingkungan, UMKM, olahraga, hingga pendidikan,” terang Cak Nur.
Langkah tersebut juga sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Permensos Nomor 9 Tahun 2020 tentang TJSLBU.
Meski harus menyesuaikan diri dengan menurunnya dana transfer, Pemkot Batu memastikan belanja prioritas tidak akan dikorbankan. Belanja sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dipastikan tetap berjalan sesuai amanat mandatory spending.
“Efisiensi iya, tapi jangan sampai pelayanan publik ikut terganggu. Kami akan pastikan tiga sektor itu tetap aman,” katanya.
Cak Nur menegaskan, tahun 2026 akan menjadi tahun pembuktian sejauh mana Kota Wisata ini bisa berdiri di atas kaki sendiri secara fiskal. Jika upaya penguatan PAD, pembenahan investasi dan sinergi CSR berjalan beriringan, bukan tak mungkin Kota Batu justru menemukan momentum baru menuju kemandirian ekonomi daerah. (Ananto Wibowo)