
MALANG POST – Fenomena penuaan populasi kini semakin nyata, termasuk di Indonesia. Kota Malang misalnya mencatat jumlah penduduk lanjut usia sebesar lebih dari 118 ribu jiwa, sekitar 13 % dari total populasi.
Pertumbuhan ini membawa konsekuensi terhadap kebutuhan ruang publik yang aman, nyaman, dan ramah lansia. Salah satunya adalah fasilitas penyeberangan jalan, yang hingga kini belum sepenuhnya mendukung mobilitas kelompok usia lanjut.
Untuk menjawab tantangan tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) menggagas penelitian berjudul “Integrasi Antropometri dan Psikofisik dalam Analisis Preferensi Ergonomi Lansia pada Fasilitas Penyeberangan Jalan di Kota Malang.”
Tim peneliti mengintegrasikan dua pendekatan, yaitu antropometri dan psikofisik, guna memahami keluhan, tingkat kelelahan, serta preferensi lansia dalam menggunakan fasilitas penyeberangan.
“Kami mencoba menghadirkan gagasan yang berbeda, yaitu melihat fasilitas penyeberangan jalan dari perspektif lansia. Jadi bukan hanya ukuran fisik saja, tetapi juga bagaimana mereka merasa nyaman dan aman ketika menyeberang,” ujar Ravindra Ramaditya Yudha, ketua tim dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota.
Efriati, anggota tim dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, menambahkan bahwa penelitian ini juga membawa pesan penting tentang keadilan dalam pembangunan ruang kota. Alasannya memilih topik ini adalah karena kelompok rentan sering terabaikan dalam perencanaan kota.
“Dalam merancang ruang kota, tidak hanya kebutuhan kelompok mayoritas yang harus diprioritaskan, tetapi juga kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, penyandang disabilitas, dan anak-anak.”
“Penyeberangan jalan merupakan bagian penting dalam sistem transportasi perkotaan yang harus dapat diakses dan digunakan dengan nyaman oleh semua lapisan masyarakat,” tambahnya.

Penelitian ini berlangsung di Kota Malang dengan melibatkan lansia pengguna fasilitas zebra cross, JPO, dan pelican crossing.
“Kegiatannya berupa observasi dan uji coba fasilitas penyeberangan jalan di titik-titik yang sering dilalui lansia. Kami juga melibatkan responden untuk mengetahui langsung apa yang mereka rasakan, baik dari sisi keamanan maupun kenyamanan,” ungkap Humaira Az Zahra, mahasiswa Ilmu Politik UB.
Sebagai luaran penelitian, tim tidak hanya menyusun laporan, tetapi juga menghadirkan rekomendasi desain fasilitas penyeberangan jalan ramah lansia.
Desain tersebut dirumuskan berdasarkan analisis antropometri, yaitu kesesuaian dengan dimensi tubuh lansia, serta pendekatan psikofisik yang menilai tingkat kelelahan dan persepsi kenyamanan.
Dengan demikian, rancangan fasilitas tidak hanya memenuhi standar teknis, tetapi juga benar-benar memperhatikan pengalaman pengguna lansia.
“Selain laporan penelitian, kami menyiapkan luaran berupa rekomendasi desain fasilitas penyeberangan jalan yang ramah lansia. Kami juga akan menyusun policy brief sebagai masukan bagi pemerintah kota, serta mengemas hasil penelitian dalam bentuk konten edukatif di media sosial agar dapat menjangkau masyarakat luas,” terang Allysa Dewantari, anggota tim dari Program Studi Psikologi.
Inovasi desain ini dirumuskan berdasarkan hasil analisis antropometri (dimensi tubuh lansia) dan psikofisik (tingkat kelelahan dan persepsi kenyamanan), sehingga benar-benar mencerminkan kebutuhan pengguna. Dengan pendekatan tersebut, penelitian ini mendukung konsep kota inklusif sesuai target SDGs 2030.
“Harapannya, hasil penelitian ini bisa mendorong kebijakan pembangunan fasilitas publik yang lebih humanis, inklusif, dan tentunya aman bagi semua, terutama lansia,” pungkas Ricky Aulia, Mahasiswa Program Studi Psikologi UB. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)