MALANG POST – Setelah tiga tahun Tragedi Kanjuruhan, penegakan hukum masih dinilai belum maksimal.
Banyak ketidakpuasan atas penanganan pemerintah, atas tragedi yang menewaskan 152 suporter bola di Malang Raya.
Sekalipun dengan adanya Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu, melahirkan transformasi besar dalam manajemen sepakbola di Indonesia.
“Salah satunya renovasi stadion Kanjuruhan sesuai standar FIFA, dengan fokus keamanan,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, Faisol, SH., MH., saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Jumat (3/10/2025).
Faisol menegaskan, walaupun begitu penegakan hukum Tragedi Kanjuruhan belum maksimal dan keluarga korban merasa ketidakadilan karena yang dihukum hanya petugas level bawah.
“Sejumlah keluarga korban juga masih berjuang mendapatkan keadilan, dengan melapor ke Mabes Polri dan Komnas HAM dengan pendampingan hukum.”
“Selain itu, dibutuhkan reformasi regulasi yang komprehensif untuk mencegah kejadian serupa terulang,” tandasnya.
Sementara itu, Jurnalis Bola.net, As’ad Arifin menyampaikan, dua tahun pasca Tragedi Kanjuruhan, transformasi cukup cepat dan besar terjadi dalam manajemen sepakbola Indonesia.
“Reformasi manajemen stadion terlihat dari renovasi 18 stadion yang dilakukan pemerintah sesuai Standar FIFA, dengan fokus pada pengamanan. Termasuk penghapusan tribun berdiri dan pengaturan kapasitas yang lebih realistis,” tambahnya.
Walaupun begitu, ujarnya, masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Termasuk membawa keadilan untuk para korban dan keluarga korban tragedi Kanjuruhan. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)




