
MALANG POST – Sebanyak 12 siswa SMPN 1 Kota Batu mengalami muntah-muntah setelah menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) beberapa waktu lalu. Meski sempat membuat panik pihak sekolah, kondisi belasan siswa itu berangsur membaik hanya dalam waktu sekitar satu jam.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu turun tangan dan melakukan uji klinis secara mandiri. Hasilnya para siswa tidak mengalami keracunan berat, melainkan gangguan pencernaan.
“Gejalanya berupa mual, muntah, pusing dan sakit perut. Tidak ada diare. Lebih ke gejala gastrointestinal ringan,” terang Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, Rabu (1/10/2025).
Insiden itu terjadi pada Selasa, 24 September 2025 sekitar pukul 12.00 WIB. Saat itu, makanan MBG datang ke SMPN 1 Kota Batu dan diterima langsung oleh PIC (penanggung jawab) sekolah. Menu hari itu adalah nasi putih, ayam bumbu kecap, tahu goreng, pakcoy bawang putih dan buah stroberi.
Namun, PIC menemukan ada sayuran pakcoy yang sudah berlendir. Mengetahui hal itu, pihak sekolah langsung mengumumkan agar lauk tersebut tidak dikonsumsi siswa. Meski begitu, sekitar 30 menit setelah makan, 12 siswa menunjukkan gejala gangguan pencernaan.
“Jumlah porsi MBG yang masuk ke SMPN 1 setiap hari sekitar 900 lebih. Tapi hanya 12 siswa yang terdampak, jadi perbandingannya 12:900,” jelas Heli.

CEK SPPG: Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto saat melakukan pengecekan di salah satu dapur SPPG yang ada di Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Begitu gejala muncul, siswa langsung mendapat penanganan awal di Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Untungnya, tidak ada yang harus dirujuk ke rumah sakit. “Sekitar satu jam setelah ditangani, kondisi mereka sudah normal kembali,” tambahnya.
Meski begitu, Dinkes tetap melakukan kajian epidemiologi dengan mengambil sampel makanan. Sampel diuji dua kali, yakni pukul 07.00 WIB dan 16.00 WIB, meliputi nasi, ayam bumbu kecap, tahu goreng, pakcoy bawang putih dan buah stroberi.
Hasil kajian menunjukkan adanya indikasi foodborne intoxication atau keracunan akibat bakteri. “Bakterinya adalah Bacillus cereus atau Staphylococcus aureus. Dua bakteri ini sering menyerang sistem pencernaan,” terang Heli.
Ada beberapa dugaan penyebab munculnya bakteri. Pertama, makanan dikemas dalam kondisi masih panas lalu langsung ditutup rapat. Kedua, bahan pangan yang digunakan diduga kurang segar, khususnya ayam dan stroberi.
“Selain itu, ada faktor waktu. Dari proses produksi hingga makanan dikonsumsi anak-anak bisa memakan waktu hingga sembilan jam,” ujarnya.
Meski kasus ini tidak berujung fatal, Pemkot Batu tidak ingin kecolongan lagi. Ke depan, Dinkes bersama tim MBG akan menyusun standar operasional prosedur (SOP) terutama untuk sekolah-sekolah penerima program makan gratis.
“Tujuannya proteksi dini. Jangan sampai kasus seperti ini terulang. Anak-anak harus tetap mendapat asupan bergizi tapi dengan kualitas yang benar-benar terjamin,” tutur Heli.
Program MBG sendiri menjadi salah satu perhatian serius pemerintah karena menyasar ribuan siswa di Kota Batu. Dengan adanya evaluasi ini, diharapkan distribusi makanan bisa lebih higienis, aman dan tepat kualitas. (Ananto Wibowo)