
BARANG BUKTI: Wakapolresta Makota, AKBP Oskar Syamsuddin, ketika merilis para tersangka aksi demo anarkis. Di depan terlihat water barrier yang dibakar dan sepeda motor yang terbakar. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota (Makota), pada Jumat (26/9/2025), menetapkan 17 tersangka dalam demo anarkis, yang berujung perusakan dan pembakaran kantor serta pos polisi.
Aksi demonstrasi yang berakhir dengan anarkis tersebut, terjadi pada 30 Agustus 2025 lalu. Para tersangka mengikuti unjuk rasa tersebut, karena dipicu oleh ajakan demo besar-besaran yang tersebar di media sosial.
Awalnya unjuk rasa yang tidak saja terjadi di wilayah hukum Polresta Makota itu, dipicu aksi solidaritas atas meninggalnya pengemudi ojek online di Jakarta, Affan Kurniawan, karena dilindas kendaraan taktis.
Hanya saja, aksi solidaritas damai itu, berubah menjadi anarkis setelah para tersangka terbukti melakukan aksi kekerasan. Seperti pelemparan, pembakaran, perusakan fasilitas kepolisian, hingga memprovokasi massa.
Penetapan 17 tersangka ini, disampaikan Wakapolresta Makota, AKBP Oskar Syamsuddin, mewakili Kapolresta Makota, Kombes Pol Nanang Haryono, dihadapan awak media, di Mapolresta Makota.
Saat rilis penetapan tersangka, AKBP Oskar didampingi Wakasat Reskrim, AKP Didik dan Kasi Humas, Ipda Yudi.
Mantan Kapolres Batu mengatakan, dalam aksi anarkis tersebut, 12 anggota kepolisian menjadi korban. Satu orang luka berat dan 11 lainnya luka ringan.
Sedangkan fasilitas pengamanan di Kota Malang, 16 pos polisi dirusak dan enam pos polisi dibakar. Termasuk ada satu bus pelayanan yang ikut dirusak.
“Dari 61 orang yang sempat diamankan, 13 orang ditetapkan sebagai tersangka pada tahap awal.”
“Kemudian melalui pengembangan face recognition, jumlah tersangka bertambah menjadi 17 orang,” kata AKBP Oskar.
Kepada 17 tersangka, yang mayoritas beralamat di luar Kota Malang, bakal dijerat tujuh pasal KUHP. Yakni pasal 406, 212, 187, 170 dan pasal 160 KUHP. Ditambah pasal 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, tentang membawa bahan peledak. Serta pasal 28 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE.

DERETAN: Inilah para tersangka aksi unjuk rasa yang berakhir anarkis pada 30 Agustus 2025 lalu. Mereka dijerat tujuh pasal secara langsung. (Foto: Istimewa)
Sementara inisial para tersangka, yakni MI (19 tahun), DZ (22), YN (20), SD (19), PP (25), AP (18), RE (20), AK (20), FA (21), BA (22), BR (21), MZ (20), MA (21), DP (35), MF (21), MD (20) dan AA (21 tahun).
“Sebagian besar pelaku, datang ke Malang setelah melihat flyer ajakan demo di media sosial.”
“Mereka berasal dari Pasuruan, Bengkulu, Blitar, Gresik dan Surabaya,” jelas Wakapolresta.
Barang bukti yang disita meliputi ponsel, tiga kembang api, motor dan barrier yang dibakar.
Ada juga pakaian yang dipakai pelaku, serta sejumlah rekaman video mengenai peristiwa perusakan.
Satu Tersangka Rencana Bakar Gedung Dewan
Sementara itu, dalam kasus aksi pembakaran gedung DPRD Kota Malang yang berhasil digagalkan, pada Senin (1/9/2025) lalu, Polresta Makota juga menetapkan satu tersangka. Berinisiap YAP, warga Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Wakapolresta Makota menjelaskan, kasus ini terungkap dari laporan warga berinisial AR, warga Kedungkandang, Kota Malang. Terregistrasi dalam LP Nomor 278 tanggal 1 September 2025.
“Barang bukti yang kami amankan antara lain satu botol air mineral berisi BBM, yang sudah kami kirim ke laboratorium forensik, satu unit ponsel, satu buah tas, uang tunai Rp20 ribu, serta satu unit sepeda motor Honda Revo,” ungkap AKBP Oskar.
Tersangka YAP, jelasnya, diduga menerima instruksi dari seseorang yang tidak dikenal untuk melakukan pembakaran tembok gedung DPRD Kota Malang. Sebelumnya, YAP sempat ditawari untuk ikut dalam aksi demo.
“Namun aksi itu tidak sempat dilakukan, karena pelaku lebih dulu diamankan warga yang curiga dengan gerak-geriknya.”
“Setelah itu, masyarakat menyerahkan pelaku kepada petugas yang berjaga di DPRD Kota Malang,” tambahnya.
Atas perbuatannya, YAP dijerat dengan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (*/Ra Indrata)