
MALANG POST – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, terus menyusun strategi untuk menghadapi potensi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Prediksinya, penurunan itu mencapai 43 persen, atau sekitar Rp500 miliar.
Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto menyebut, penurunan itu disebabkan kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat dan kebijakan lokal. Seperti pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB), untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Meski begitu, Handi tetap optimis PAD Kota Malang dapat ditingkatkan pada tahun depan.
“Kami bahkan menetapkan target PAD tahun 2026 sebesar Rp872,9 miliar, dengan proyeksi kenaikan 20,5 miliar dibandingkan dengan tahun 2025,” katanya saat menjadi narasumber talk show di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Kamis (25/9/2025).
Peningkatan target tersebut, tambah Handi, didukung beberapa strategi. Seperti digitalisasi pajak sampai layanan jemput bola.
Upaya-upaya itu diharapkan bisa mengoptimalkan pendapatan daerah dan memastikan pajak yang terkumpul, kembali bermanfaat untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kota Malang.
Kondisi tersebut dibenarkan kalangan anggota legislatif. Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, menyebut, penurunan signifikan dana transfer dari pemerintah pusat, menjadi pukulan serius bagi keuangan daerah. Diharapkan pemerintah pusat bisa memulihkan kembali besaran dana transfer ke daerah.
Namun Bayu menilai masih ada ruang besar, untuk optimalisasi pendapatan daerah. Khususnya dari sektor pajak.
“Tetapi juga peru tindakan yang lebih tegas terhadap pelaku usaha yang masih nakal. Seperti memungut pajak dari konsumen, tapi tidak menyetorkan secara optimal ke pemerintah daerah,” jelas Bayu.
Pihaknya juga menyoroti sektor retribusi yang dinilai masih rawan kebocoran. Menjadikan realisasi dari sektor retribusi, belum sesuai dengan target yang ditetapkan.
“Ke depan, kami mendukung Bapenda untuk meningkatkan penggunaan teknologi dalam pemungutan pajak dan retribusi,” tegasnya.
Sementara itu, dosen Program Studi Perpajakan, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Damas Dwi Anggoro, S.AB., MA., menilai, digitalisasi menjadi kunci mengatasi kebocoran pajak dan meningkatkan pendapatan daerah.
Menurutnya, sistem manajemen pajak berbasis teknologi juga mempermudah proses pembayaran hingga pemantauan wajib pajak.
“Digitalisasi berperan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dengan menggunakan database profil pembayar pajak yang lebih terstruktur,” katanya.
Hal itu untuk memastikan setiap transaksi, lanjutnya, tercatat dengan benar dan mengurangi manipulasi data.
Kata Damas, dengan digitalisasi maka diharapkan pemantauan pajak ke depannya bisa lebih efisien dan kebocoran yang selama ini terjadi bisa diminimalisir. (Faricha Umami/Ra Indrata)