
MALANG POST – Dengan ketekunan dan semangat pantang menyerah, Achmad Faisal Bahri berhasil meraih predikat lulusan terbaik Teknik Mesin S-1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) dengan IPK 3,75. Selain berprestasi di bidang akademik, mahasiswa Fakultas Teknologi Industri (FTI) ini juga memiliki jiwa wirausaha yang tinggi.
Di balik prestasinya, Faisal adalah sosok pekerja keras yang sukses membagi waktu antara kuliah, dan mengelola berbagai usaha. Lahir dan besar di Kota Malang, Jawa Timur, Faisal adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Hariyanto (Alm) dan Supi’ah. Setelah ditinggal sang ayah yang meninggal dunia karena sakit saat ia masih SMP, ia dibiayai oleh budenya. Memasuki SMK, ia mendapatkan dukungan penuh dari ayah sambungnya, yang terus mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan.
“Almarhum ayah ingin saya menjadi insinyur,” kenang Faisal, yang kemudian termotivasi untuk mengembangkan ilmu permesinan yang didapatnya di SMK Negeri 6 Malang.
Cita-cita ayahnya dan warisan bengkel di rumah menjadi landasan kuat bagi Faisal untuk memilih Teknik Mesin S-1, ITN Malang. Dengan dukungan Kartu Indonesia Pintar (KIP), ia tidak hanya fokus pada perkuliahan, tetapi juga jeli melihat peluang. “Modal usaha dari uang bulanan KIP yang saya sisihkan,” ungkap Faisal.
Tak tanggung-tanggung, ia membangun berbagai bisnis persewaan, mulai dari toko kelontong kecil-kecilan melanjutkan warisan keluarga, persewaan alat outdoor seperti tenda, dan jip wisata Bromo, laundry hingga kembali mengaktifkan bengkel peninggalan ayahnya. Ia tidak sendiri, karena keterbatasan waktu dan modal usaha persewaan, dan laundry dijalankan bekerja sama dengan temannya.
Meskipun disibukkan dengan berbagai usaha, Faisal tidak pernah mengorbankan pendidikan. Ia berhasil membagi waktu dengan sangat efisien, bahkan tanpa membebani ibunya dengan cerita kesulitan. “Saya tidak mau ibu kepikiran. Ibu mengurus lima anak sudah waktunya istirahat,” katanya.
Tekadnya untuk menempuh pendidikan lebih tinggi berawal dari rasa jenuh saat bekerja di pabrik setelah lulus SMK. Setelah dua tahun bekerja di Kota Batam, ia memutuskan untuk kuliah di ITN Malang, yang ia nilai memiliki akreditasi Teknik Mesin yang baik.
Selama kuliah, ia mengambil program magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) selama enam bulan untuk menambah pengalaman. Sebagai mahasiswa Teknik Mesin, Faisal menyadari pentingnya penelitian untuk pengembangan diri. Skripsinya yang berjudul “Analisa Sifat Fisik Biodiesel Ampas Kelapa Melalui Proses Mikroemulsi Menggunakan Katalis Bentonit” pun ia garap dengan penuh dedikasi. Ia menghabiskan hampir satu bulan di laboratorium untuk penelitian.
Di bawah bimbingan Dr. Eko Yohanes Setyawan, ST., MT., dan Adhy Ariyanto, ST., MT., Faisal meneliti konversi limbah ampas kelapa menjadi biodiesel sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode mikroemulsi yang tergolong mudah dan efisien. Ampas kelapa yang dikeringkan dijemur hingga kadar airnya hilang, kemudian diproses untuk menghasilkan minyak.
“Dari limbah ampas, kami bisa mendapatkan 40 persen minyak kelapa,” jelasnya. Minyak inilah yang kemudian diolah lebih lanjut menggunakan katalis bentonit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan katalis bentonit dapat meningkatkan kualitas biodiesel yang dihasilkan. Penggunaan bentonit 10 gram menghasilkan nilai viskositas dan densitas yang sesuai dengan standar biodiesel di Indonesia. Namun, ia juga menemukan tantangan, yaitu nilai titik nyala (flash point) yang masih di bawah standar.
“Ini berarti masih ada senyawa volatil yang belum terserap sempurna. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, mungkin dengan penyaringan kembali,” kata Faisal. Kesulitan lainnya adalah ketersediaan bahan baku ampas kelapa yang terkadang terbatas.
Selain sukses dalam studi dan bisnis, Faisal juga aktif dalam kegiatan non-akademik. Ia bergabung dengan Korps Sukarela (KSR) ITN Malang untuk mengisi waktu luang sepulang kuliah. Keputusan ini didasari oleh pengalaman pribadi, di mana ia pernah merasa tidak berdaya saat ibunya sakit.
“Dulu ibu pernah sakit-sakitan, sedangkan saya tidak tahu cara pertolongan pertamanya. Kebetulan waktu itu saya cari UKM untuk mengisi waktu luang sepulang kuliah, ternyata hanya KSR yang related,” ungkap Faisal.
Di KSR, ia tidak hanya belajar tentang pertolongan pertama, kepalangmerahan, dan kebencanaan, tetapi juga membangun relasi yang kuat. Faisal bercerita, ia bisa menjalin pertemanan dengan mahasiswa dari jurusan dan kampus berbeda di Malang, bahkan hingga Kediri. Hubungan ini terjalin erat dengan KSR UNISKA dan KSR UIN Syekh Wasil Kediri, yang dulu sempat belajar di KSR ITN untuk membentuk dan mengelola organisasi mereka.
“Ketika KSR ITN mempunyai kegiatan, pasti mereka datang dan membantu,” kata Faisal. Jaringan relasi Faisal semakin luas berkat partisipasi dalam kegiatan SAR Air perguruan tinggi se-Indonesia di Bali pada 2023, yang memberinya kesempatan untuk berinteraksi dengan KSR se-Indonesia.
Faisal berharap, ilmu yang ia dapatkan bisa bermanfaat bagi banyak orang, dan ITN Malang terus memfasilitasi mahasiswa untuk berkreasi dan berkembang. “Saya yakin ITN bisa melebihi sekelas kampus negeri,” pungkasnya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)