
PEMBAYARAN DIGITAL: Paparan terkait QRIS yang disampaikan dalam Capacity Building yang digelar oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
MALANG POST – Quick Response Code Indonesia (QRIS – dibaca: Kris), sebagai game changer pembayaran digital, benar-benar tumbuh subur. Dari target 58 juta pengguna pada 2025 ini, sampai Maret 2025 kemarin sudah tembus di angka 56.28 juta pengguna.
Dengan merchant yang menerima QRIS mencapai 35,85 juta. Mayoritasnya adalah merchant UMKM yang mencapai 92,67 persen. Hingga Desember 2024, transaksi yang menggunakan QRIS total Rp81,7 triliun.
Untuk di wilayah Jawa Timur sendiri, hingga April 2025 kemarin, sudah ada 8,5 juta pengguna. Volume transaksinya 12,3 juta dengan nominal Rp1,1 triliun dari 854.126 merchant.
“QRIS memang menjadi game changer pembayaran digital. Karena kebijakan dan inovasi QRIS, memang diarahkan sebagai entry point ke ekosistem digital. KHususnya bagi UMKM untuk mendukung inklusi dan konektivitas,” ujar Febrina, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Malang, Selasa (23/9/2025) kemarin.
Sejak diluncurkan pada 2019 lalu, QRIS memang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Bahkan melampaui ekspektasi banyak pihak. Karena hanya dalam jangka waktu lima tahun, sudah bisa mencapai 50 juta pengguna.
“Kami memang tidak menyangka, QRIS berkembang secepat ini. Keberhasilan suatu inovasi bisa dilihat dari seberapa cepat sistem tersebut, memberikan solusi kebutuhan masyarakat dan sejauh mana penggunaannya meluas,” katanya.
Beberapa kemudahan bertransaksi menggunakan QRIS, juga menjadi penyebab semakin masifnya masyarakat beralih ke pembayaran digital tersebut.
Dengan QRIS, sebut Febrina, pembayaran bisa menjadi lebih cepat, mudah, praktis dan efisien. Cukup satu QR dapat di scan oleh banyak aplikasi penyelenggara jasa pembayaran (PJP). Karena QRIS terintegrasi dengan mobile payment atau banking existing.
“Sebelum ada QRIS, setiap PJP memiliki QR Code eksklusif. Akibatnya, kostumer harus memiliki lebih dari satu aplikasi PJP, sehingga menjadi tidak praktis dan tidak efisien,” tutur alumni UGM Yogyakarta ini.
Lebih menarik lagi, tambah Febrina, penggunaan QRIS tidak sebatas pada transaksi domestik saja. Sistem ini juga mulai dimanfaatkan oleh warga negara asing melalui fitur pembayaran lintas negara (cross border payment).
Apalagi peningkatan efisiensi layanan pembayaran lintas negara, juga merupakan komitmen global. Termasuk di forum G20 dan ASEAN. Dimana Indonesia telah memasukkannya dalam blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.

KEPALA Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Malang, Febrina. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Saat ini, QRIS telah telah terhubung dengan negara ASEAN. Yakni Thailand, Singapore dan Malaysia. Terbaru pada 17 Agustus 2025, sudah terhubung dengan Jepang. Sementara untuk Korea Selatan, Jepang, India, China dan Arab Saudi, sedang dalam proses kerjasama.
“Dengan QRIS antarnegara ini, turis dari negara mitra, bisa membayar menggunakan aplikasi negaranya, dengan memindai QRIS di merchant Indonesia.”
“Sedangkan untuk wisatawan dari Indonesia, membayar dengan menggunakan aplikasi pembayaran Indonesia, dengan memindai QR code pada merchant di negara mitra,” jelas Febrina.
Karena tujuan utama dari QRIS antarnegara ini, adalah untuk memfasilitasi aktivitas perdagangan dan sektor pariwisata. Khususnya bagi UMKM, serta memperkuat stabilitas makroekonomi melalui penggunaan mata uang lokal dalam traksaksi bilateral.
“Inovasi QRIS akan terus kami lakukan. Terbaru, kami mulai menggunakan QRISTAP berbasis NFC,” tambahnya.
Inovasi pembayaran ini, jelas Febrina, dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan transaksi yang cepat dan massal, dalam berbagai jenis pembayaran. Seperti transportasi dan ritel, dengan efisiensi dan keamanan yang tinggi.
Karena QRISTAP berbasis NFC ini, menawarkan keunggulan dalam hal fleksibilitas. Dengan mendukung multi sumber dana, serta berbagai kanal pembayaran.
“Pastinya, inovasi ini diimplementasikan dengan bersinergi bersama pelaku industri. Segmen utama penggunanya pada ritel, transportasi, public event bahkan parkir,” jelas Febrina.
Itulah sebabnya, salah satu inisiatif standarisasi yang kini dikawal ketat oleh Bank Indonesia, adalah implementasi QRIS sebagai ‘satu bahasa’ dalam sistem pembayaran digital.
“Digitalisasi tanpa standar, hanya akan menciptakan celah ketimpangan dan potensi dominasi pasar oleh segelintir pelaku.”
“Oleh karena itu, regulasi dan compliance menjadi instrumen penting dalam memastikan bahwa inovasi tetap inklusif dan mendukung financial inclusion, bukan sebaliknya,” pungkasnya. (Ra Indrata)