
MALANG POST – Kota Batu ternyata masih punya PR besar di dunia pendidikan. Persoalan klasik yang belum terpecahkan adalah soal ketersediaan guru. Jumlah guru di SD dan SMP negeri belum mencukupi kebutuhan, sehingga Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Batu harus memutar otak.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Batu M. Chori mengungkapkan, kekurangan paling banyak terjadi di jenjang SMP. “Kalau SD itu kurang 16 guru, biasanya hanya di mata pelajaran tertentu seperti Agama. Tapi kalau SMP, jumlahnya cukup banyak, kurang sekitar 47 guru dari berbagai mata pelajaran,” jelas Chori, Senin, (22/9/2025).
Menurut Chori, akar persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pengadaan tenaga pendidik di tingkat nasional. Tahun 2024 lalu, pemerintah tidak membuka formasi guru pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Pengadaan harus lewat formasi dan PPPK. Sedangkan tahun kemarin (2024) tidak ada formasi. Jadi otomatis jumlah guru kita stagnan, sementara kebutuhan tetap bertambah,” terangnya.
Kondisi ini membuat banyak sekolah terutama SMP harus beradaptasi dengan segala keterbatasan. Tanpa tambahan tenaga baru, beban mengajar sebagian guru pun terpaksa meningkat.
Dindik Kota Batu kemudian mengambil langkah darurat, memberikan tugas tambahan kepada sejumlah guru. Mereka yang sebelumnya hanya mengajar di satu sekolah, kini mendapat amanah tambahan untuk mengajar di sekolah lain.
“Ini jalan keluar sementara. Guru yang sekolah induknya di satu tempat, bisa kita beri tugas tambahan ke sekolah lain yang kekurangan guru,” ujar Chori.

BERI MATERI: Kepala Dindik Kota Batu, M Chori saat memberikan materi dalam sebuah kegiatan bersama para guru. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Skema ini dinilai cukup efektif menutup kekosongan tenaga pendidik. Selain membantu sekolah yang kekurangan, kebijakan ini juga memberi dampak positif bagi para guru.
“Tugas tambahan ini justru membantu guru memenuhi target jam mengajar untuk sertifikasi. Minimal mereka harus mengajar 24 jam per minggu, maksimal 40 jam. Jadi, selain menutup kebutuhan, juga memastikan hak guru tetap terpenuhi,” jelasnya.
Meski harus mengajar di dua sekolah, Chori menyebut sebagian besar guru tetap menunjukkan semangat. Banyak yang bersedia merangkap karena sadar kebutuhan pendidikan anak-anak Kota Batu tidak bisa ditunda.
Namun, ia mengakui bahwa kebijakan ini tidak bisa terus dijadikan solusi permanen. Jika formasi PPPK guru kembali tidak dibuka, maka persoalan bisa semakin pelik.
Kekurangan guru ini menjadi ironi tersendiri. Di satu sisi, Kota Batu dikenal sebagai Kota Wisata dengan berbagai pembangunan infrastruktur terus digenjot. Tapi di sisi lain, pendidikan dasar masih menghadapi persoalan mendasar, jumlah guru yang belum mencukupi.
Prioritas saat ini adalah memastikan proses belajar-mengajar tidak terganggu. Itu sebabnya, langkah penugasan tambahan dianggap paling realistis untuk sementara waktu.
“Kami tidak ingin ada siswa yang tidak terlayani karena kekurangan guru. Jadi semua upaya akan kami lakukan, termasuk dengan membagi tugas guru agar pemerataan bisa terjaga,” tutup Chori. (Ananto Wibowo)