
Foto: Istimewa KH Said Aqil Sirodj, Ketua Umum PBNU periode 2010-2021 saat di UIN Maliki Malang untuk mengisi Mubahatsah Ilmiah Ekosufisme, Senin (22/9/2025). (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirodj, M.A., mantan Ketua Umum PBNU periode 2010-2021 sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, datang di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Senin (22/9/2025), untuk mengisi Mubahatsah Ilmiah Ekosufisme.
Kedatangan Kiai Said disambut hangat oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Drs. H. Bisri, M.A., Ph.D., Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof. Dr. H. Triyo Supriyanto, M.Ag., serta Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Pengembangan Lembaga Prof. Dr. H.M. Abdul Hamid, S.Ag., M.A. Turut hadir pula Ketua L2PM Dr. Isroqunnajah, para kepala biro, hingga Direktur Pascasarjana. Kehadiran para tokoh kampus ini menambah khidmat suasana penyambutan.
Dengan tutur khasnya yang tenang namun penuh penekanan, Kiai Said membawakan pesan kebangsaan yang dikemas dalam cerita. Satu ungkapan yang ia tekankan adalah hubbul waton minal iman—cinta tanah air sebagian dari iman. Baginya, nasionalisme bukan sekedar jargon, melainkan bagian dari iman yang harus ditanamkan dalam diri setiap Muslim. “Jangan sampai Indonesia menjadi negara yang sekuler, negara yang memisahkan agama dari kehidupan bernegara,” ujarnya tegas.
Bagi Kiai Said, menjaga nasionalisme tidak berarti menanggalkan nilai-nilai agama. Justru, keduanya harus berjalan seiring, saling menguatkan. Ia pun menitipkan pesan khusus kepada jajaran pimpinan UIN Malang agar seris menyiapkan generasi intelektual Muslim yang kokoh. “Carilah mahasiswa yang cerdas, kitab, tegakkan agar mereka faham matik (logika), ushul fiqh, ushul hadits, dan syariah. InsyaAllah output-nya akan menjadi ulama yang cerdas,” pesannya.
Lebih dari sekadar pertemuan ilmiah, acara Mubahatsah Ekosufisme ini menjadi momen reflektif. Bagi civitas akademika UIN Malang, kehadiran Kiai Said bukan hanya membawa ilmu, melainkan juga mengobarkan semangat kebangsaan dalam bingkai keislaman. Di tengah arus globalisasi, pesan itu terasa relevan: menjaga Indonesia tetap berdiri kokoh dengan fondasi iman dan cinta tanah air. (*/Eka Nurcahyo)