
MALANG POST – Dinas Kesehatan Kota Malang mencatat, ada peningkatan signifikan kasus campak di tahun 2025. Berdasarkan identifikasi, ada lima kasus di akhir Agustus dan bertambah sembilan kasus di September 2025 ini. Total hingga pertengahan September ini, jumlah kasus campak naik menjadi 27 kasus.
Kasus campak ditemukan di sejumlah kelurahan. Seperti Kelurahan Arjowinangun dan Bumiayu. Karenanya, Dinas Kesehatan melakukan vaksinasi kejar di tiga kelurahan yang dilaksanakan secara door to door. Termasuk ke sekolah dan rumah warga.
Hal itu disampaikan Kepala Dinkes Kota Malang, dr. Husnul Muarif, saat menjadi narasumber talk show di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Sabtu (20/9/2025) kemarin.
“Strategi penanganan kasus campak dilakukan secara multi program. Mulai dari program gizi, kesehatan lingkungan dan edukasi ke masyarakat.”
“Kami juga menerapkan penanganan secara komprehensif untuk pasien campak. Karena pasien yang teridentifikasi campak mayoritas berusia 5 sampai 9 tahun,” tegas dr. Husnul.
Secara umum, kata dokter kelahiran Bondowoso ini, kondisi pasien campak yang teridentifikasi, umumnya memiliki asupan gizi kurang dan mendapat perhatian orang tua yang masih minim.
“Untuk pengobatan pasien, sebagian besar anak yang terdiagnosa campak menjalani perawatan di rumah, dengan pengawasan ketat dari tenaga kesehatan.”
“Kondisi pasien, rata-rata masih menunjukkan gejala utama campak. Tanpa gejala tambahan yang mengkhawatirkan,” sebutnya.
Sementara itu, Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropis Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSSA Malang, dr. Savitri Laksmi Winaputri, Sp.A (K), menambahkan, campak bisa menimbulkan komplikasi yang serius dan mengancam jiwa.
“Komplikasi yang sering terjadi, seperti pneumonia dan diare. Terutama untuk anak usia di bawah lima tahun,” ujar dr Savitri.
Menurutnya, pencegahan lewat imunisasi jadi langkah paling efektif untuk melindungi anak dari campak.
Idealnya, masih kata dr Savitri, imunisasi campak diberikan tiga tahap. Pertama di usia 9 bulan, kedua di usia 15 sampai 18 bulan dan ketiga saat usia 5 sampai 7 tahun.
“Periode paling menular empat hari sebelum ruam muncul, sampai empat hari setelah ruam muncul.”
“Karena itu, deteksi dini dan isolasi pasien jadi kunci memutus rantai penularan,” tegasnya. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)