
Tim Peneliti FPIK Sedang Melakukan Pengukuran Lamun. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Hasil Riset Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FPIK) Universitas Brawijaya (UB) mengatakan bahwa ekosistem lamun di pesisir Jawa Timur termasuk Malang Selatan terancam karena penutupannya kurang dari 30%.
Presentasi hasil penelitian tersebut dilakukan pada agenda Diseminasi Perkembangan Perancangan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT) Cadangan Karbon Biru yang diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada (11/9/2025).
Perwakilan Peneliti Citra Satrya Utama Dewi, S.Pi., M.Si menerangkan, temuan tersebut dilakukan melalui Seagrass Watch dengan metode Line Intercept Transect (LIT). Caranya, dengan menarik rol meter tegak lurus dari bibir pantai ke arah laut. Kemudian, di setiap 10 meter tim peneliti meletakkan transect quadrat, sehingga tutupan lamun dapat dihitung persentasenya.
”Meskipun kurang dari 30%, namun lamun di Malang Selatan masih mampu menyimpan karbon di alam. Jika lamun ini kerusakannya karena alamiah, potensi kembalinya masih sangat mungkin, kecuali jika kerusakannya karena pembangunan” ujar Citra.
Citra menambahkan, lamun jarang dipandang dan dimanfaatkan secara ekonomis oleh manusia, namun perlu diingat bahwa mereka punya peran penting bagi ekosistem di laut.
“Sayangnya, dari temuan kami, lamun mulai hilang karena reklamasi dan pembangunan,” tutur Citra.
Ia menjelaskan, hilangnya lamun akan berdampak pada keberlanjutan populasi dugong. Hal tersebut karena lamun merupakan makanan utama dugong, dengan kebutuhan konsumsi mencapai sekitar 30 kilogram per hari.
Disampaikan citra, lamun terbagi menjadi dua bagian, yakni above ground relatif pada daun atau batang. Sedangkan below ground biasanya adalah rimpang atau akar-akarnya. Berdasarkan bagian tersebut, lamun menyimpan banyak simpanan karbon di bagian below ground, yang biasanya terendam dalam sedimen.
Tidak hanya itu, lamun juga berperan menjaga kelangsungan hidup terumbu karang. Sebab, lamun menyaring lumpur dan partikel halus, sehingga air yang mengalir ke karang tetap jernih dan tidak kelebihan nutrien.
Tanpa lamun, pertumbuhan alga akan sulit dikendalikan dan berpotensi menutup permukaan terumbu karang, sehingga ekosistemnya rentan rusak.
Citra menjelaskan, dalam diseminasi hasil penelitian, materi yang dipaparkan mencakup dua riset utama, yaitu pertama, studi Blue Carbon di Lamongan dan Pulau Tabuhan (2023) bersama dengan DKP Jawa Timur, yang memetakan jenis, sebaran, biomassa, dan stok karbon lamun sebagai baseline potensi karbon biru pesisir utara Jawa Timur. Sedangkan, publikasi kedua membahas potensi stok Blue Carbon di Pesisir Malang (2024).
Di sana, terdapat lima jenis lamun, yaitu: Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isotifolium, and Thalassia hemprichii.
Di daerah Malang Selatan, ada lima pantai yang menjadi site monitoring, yaitu pantai: Bale Kambang, Kondang Merak, Gatra, Pantai Waru-waru, dan Sendang Biru.
Lamun atau dikenal juga sebagai seagrass, berbeda dengan rumput laut (seaweed). Ia menuturkan bahwa lamun adalah satu-satunya produsen primer di laut dangkal yang mempunyai peluang menyimpan karbon di laut (blue carbon).
Untuk itu, ia mendorong semua pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat, untuk lebih memperhatikan ekosistem lamun melalui kebijakan perlindungan dan restorasi.
Langkah ini sekaligus mendukung pencapaian Sustainable Goals (SDGs): ke-13 (Penangan Perubahan Iklim), ke-14 (Ekosistem Lautan), dan 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan). (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)