
MALANG POST – Kolaborasi lima unsur dalam Pentahelix, menjadi tulang punggung kesiapsiagaan bencana di Kota Batu.
Kelima unsur itu adalah pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media massa. Yang saling melengkapi sesuai peran masing-masing.
Hal itu disampaikan Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Batu, Gatot Noegroho, saat menjadi narasumber talk show di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Kamis (18/9/2025).
Gatot menegaskan, pihaknya sudah menyiapkan struktur penanganan bencana mulai dari tahap pra, saat kejadian hingga pasca kejadian.
“Petugas BPBD standby 24 jam di posko. Masyarakat pun juga turut berperan melalui Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), yang sudah tersebar di 24 desa/kelurahan,” katanya.
Gatot juga menyoroti pentingnya kajian risiko bencana dalam pembangunan.
Dalam kasus wilayah rawan longsor misalnya, pembangunan wajib mempertimbangkan risiko agar tidak memperparah dampak.
Ke depannya, BPBD menyatakan siap meningkatkan edukasi kebencanaan secara lebih rutin ke masyarakat.
Kepala Dusun Gangsiran Ledok, sekaligus Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Desa Tlekung Kecamatan Junrejo, Mochamad Ansyori, menambahkan, sejak dibentuk pada 2021, FPRB menjadi garda terdepan mitigasi bencana di tingkat desa.
Ansyori menjelaskan, peran FPRB tidak hanya reaktif tapi juga preventif.
Pihaknya sudah menerima sejumlah bantuan alat penanggulangan bencana, untuk bergerak cepat saat bencana terjadi, sebelum petugas tiba di lokasi.
Selain itu, Ansyori juga menekankan pentingnya kecepatan dan kemandirian, dalam merespons bencana. Kolaborasi FPRB dan BPBD, membuat penanganan bencana jauh lebih cepat.
Sementara itu, Kepala Pusat Lingkungan, Mitigasi dan Kebencanaan Universitas Negeri Malang, Dr. Heni Masruroh, S.Pd., M.SC, mengatakan, penanggulangan bencana tidak bisa lepas dari kajian ilmiah dan inovasi teknologi.
“Karena itu, akademisi berperan penting terutama dalam memberi dasar kajian yang kuat bagi kebijakan pemerintah,” sebutnya.
Kata Heni, di fase tanggap darurat, akademisi juga ambil bagian melalui teknologi yang dikembangkan yang selanjutnya bisa jadi rujukan BPBD.
Di Universitas Negeri Malang, tambahnya, sudah ada pusat riset mitigasi bencana yang aktif melakukan pengabdian masyarakat bersama BPBD.
“Kolaborasi lintas unsur menjadi kunci dalam menciptakan sistem penanggulangan bencana dan adaptif dan berbasis data,” sebut Heni.
Dia berharap, pusat riset kebencanaan bisa terus menjadi jembatan antara dunia akademik dan kebutuhan masyarakat di lapangan. (Faricha Umami/Ra Indrata)