
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Malang, Muh. Hatta, A.Ptnh. (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Peraturan Pemerintah (PP) nomor 20 tahun 2021, terkait tanah terlantar, ditujukan untuk sebidang tanah yang sudah bersertipikat Hak Guna Usaha (SHGU) atau Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB), yang dinilai tidak produktif atau tidak memiliki kegiatan dalam kurun waktu dua tahun atau lebih.
Tanah tersebut, juga harus dimiliki seseorang atau kelompok dan berstatus badan hukum swasta. Seperti PT atau CV. Maka pemerintah bisa menerapkan PP 20/2021 tersebut. Yakni dengan mengambilalih tanah tersebut.
“Tentunya melalui prosedur dan mekanisme yang berlaku. Kami sebagai kepanjangan tangan negara, akan melayangkan surat peringatan sebelumnya.”
“Peringatan pertama selama sebulan. Jika tidak diindahkan, kita beri peringatan kedua. Jangka waktunya juga sebulan. Sampai peringatan ketiga,” jelas Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Malang, Muh. Hatta, A.Ptnh., Rabu (10/9/2025).
Bahkan jika sampai surat peringatan ketiga tersebut belum juga mendapat tanggapan, pihaknya masih menunggu penetapan surat keputusan (SK) dari Kanwil BPN Jawa Timur. Masa waktunya maksimal dua tahun lamanya, atau sebelum itu, menyesuaikan situasi di lapangan.
“Jika ada tanggapan dari PT atau CV, kita hanya memastikan perkembangan perubahannya sejauh mana. Sekiranya tidak ada kegiatan pada tanah tersebut, sesuai SK yang dikeluarkan Kanwil BPN Jawa Timur, akan diambil alih menjadi tanah cadangan umum negara (TCUN),” jelas dia.
Di wilayah Kabupaten Malang sendiri, Hatta menyebut ada lima lokasi tanah yang dimiliki PT atau CV, yang berpotensi menjadi tanah terlantar. Yakni di kawasan Purwoasri dan Banjararum Singosari, di Karangwidoro Dau ada dua lokasi dan Tirtomoyo Pakis ada satu lokasi.
“Kami sudah mengidentifikasi dan penelusuran. Kemudian kami tidaklanjuti sesuai prosedur yang sudah ditentukan. Guna memastikan tanah pada lima lokasi tersebut, positif tanah terlantar atau tidak,” tegasnya.
Di sisi yang lain, Hatta juga memastikan, setiap tanah yang menjadi miliki pribadi atau perorangan. Bukan tanah yang dimiliki badan hukum swasta. Tidak termasuk dalam kategori tanah terlantar. Serta tidak akan diambilalih oleh negara. Warga pun diharapkan tidak perlu khawatir.
“Namun bagi pemilik SHGU atau SHGB yang berbadan hukum, segeralah tanahnya dijadikan lebih produktif. Sebab jika tidak produktif, pasti akan ada kerugian secara ekonomi. Hal inilah yang ingin kami cegah,” imbuhnya.
Selain permasalahan tanah terlantar, mantan Kepala BPN Kota Malang ini juga menyinggung soal sertipikat analog yang beralih ke elektronik.
Dari total sekitar 700 ribu, yang beralih ke sertipikat elektronik ada 140 ribu sertipikat. Sisa 560 ribu masih sertipikat analog.
“Peralihan dari analog ke elektronik, kita harapkan tuntas akhir 2026 mendatang. Untuk menunjang hal itu, kita dorong lewat pengurusan sertipikat program PTSL.”
“Di sana jumlahnya lumayan banyak, kita alihkan ke lainnya lewat proses redis atau waqaf. Termasuk jual beli, waris, hibah dan lainnya,” paparnya.
Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat, yang masih memiliki sertipikat analog, segera dialihkan ke sertipikat elektronik. Karena sertipikat analog memiliki beberapa kelemahan, meski tetap sah dan berlaku. Salah satu contohnya, ketika terjadi kehilangan, poses pengurusannya lebih rumit.
“Termasuk pemilik sertipikat yang model lama, dibutuhkan pembaharuan atau validasi. Agar autentik sertipikat tersebut tetap terjaga dengan baik dan aman.”
“Kami siap memberikan kemudahan dan percepatan pengurusan peralihan, berdasarkan persyaratan dan kelengkapan serta kepemilikan yang sah,” pungkasnya. (Iwan Irawan/Ra Indrata)