
MALANG POST- Uji coba perdana mesin berbahan bakar bioetanol menggunakan genset di laboratorium kampus UB pada Senin (1/9/2025). Genset berhasil menyala stabil hanya dengan bioetanol murni (etanol 85–96%), tanpa campuran bensin.
Pendorong utama penelitian adalah Prof. Dr. rer. nat. Drs. Muhammad Nurhuda (Fakultas MIPA UB), dengan tim yang terdiri dari Prof. Dr. Eng. Eko Siswanto, S.T., M.T. (Teknik Mesin); Dwi Fadila Kurniawan, S.T., M.T (Teknik Elektro); Iswanto, S.T. (Teknik Elektro); serta dua mahasiswa, Abid Fitrah Habibie dan Samuel Muskanan.
Mereka membentuk Kelompok Peneliti Mesin Bioetanol untuk solusi energi berkelanjutan. Hasil uji coba yang tenang di ruang lab menandai bukti nyata: mesin bisa berjalan tanpa bensin.
Nurhuda menegaskan bahwa ini langkah awal menuju masa depan energi mandiri, dengan potensi diterapkan pada sepeda motor dan mobil serta dapat mengurangi ketergantungan pada impor BBM.
Bioetanol dipilih karena ramah lingkungan, terbarukan, dan bisa diproduksi secara lokal (kadar etanol 85–96% berasal dari tebu, jagung atau limbah pertanian).
Keunggulannya, produksi lokal memungkinkan UMKM ikut berperan. Sehingga energi menjadi penggerak ekonomi desa.

Prof. Dr.rer.nat. Drs. Muhammad Nurhuda (biru muda) dan tim peneliti (Foto: Humas UB Sukana for Malang Post)
Meskipun harga etanol saat ini lebih tinggi dari bensin, Nurhuda optimistis harga bisa turun melalui kebijakan nasional dan produksi massal, seperti yang telah dibuktikan Brasil.
Dalam konteks EV, bioetanol dipandang lebih realistis untuk Indonesia sekarang karena tidak membutuhkan perpindahan kendaraan, cukup modifikasi mesin yang ada.
Aspek teknis menunjukkan kelebihan: mesin lama tetap bisa dipakai dengan modifikasi kecil pada karburator/injektor, sehingga teknologi ini lebih membumi.
Dampak sosial ekonomi mencakup desa mandiri energi dan multiplier effects melalui partisipasi UMKM. Ketahanan energi nasional juga bisa diperkuat jika etanol diproduksi massal untuk mengurangi impor BBM.
Tantangan yang masih dihadapi antara lain efisiensi pembakaran etanol 85% (lebih murah tetapi lebih sulit dinyalakan) dan evaluasi emisi. Saat ini emisi bioetanol diperkirakan lebih bersih (CO2 dan uap air) dibanding bensin.
UB memiliki program Renewable Energy, sejalan dengan visi kampus sebagai riset yang berkontribusi bagi bangsa.
Penutup Nurhuda: riset kampus bisa menghasilkan solusi nyata; bioetanol dapat mandiri energi, memberdayakan masyarakat, dan menjaga lingkungan. Ini langkah kecil dengan potensi dampak besar bagi Indonesia. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)