
MALANG POST – Persoalan sampah tak lagi sekadar urusan kebersihan. Ia sudah masuk kategori isu strategis yang menyangkut lingkungan, kesehatan dan keberlanjutan pembangunan.
Seperti halnya di Kota Batu, daerah yang hanya menghasilkan rata-rata 122 ton sampah. Dari jumlah itu, 106 ton sudah berhasil dikelola, namun masih tersisa sekitar 16 ton per hari yang tercecer.
Jika ditotal setahun, timbunan sampah di Kota Batu mencapai 44.582 ton. Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu mencatat, 89,88 persen sudah terkelola, sementara 10,12 persen belum tertangani.
Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto mengakui capaian tersebut cukup baik. Namun, belum bisa membuat kota ini bebas masalah persampahan. Karena itu, perlu data akurat dalam merumuskan kebijakan.
“SIPSN adalah instrumen penting agar kebijakan pengelolaan sampah diambil tepat sasaran, akuntabel dan berkelanjutan. Sampah bukan sekadar urusan kebersihan. Ini soal lingkungan, kesehatan dan keberlanjutan pembangunan,” tegasnya, Minggu (7/9/2025).
Meski angka produksi sampah cukup tinggi, Kota Batu sudah mulai bergerak ke arah pengelolaan modern. Program pemilahan dari sumber berjalan di sejumlah wilayah. Dari situ, sekitar 37 ton per hari berhasil diolah mandiri melalui unit-unit pengelolaan sampah yang tersebar di masyarakat.
Heli menegaskan, langkah ini harus diperluas. “Infrastruktur penting, tapi perilaku lebih utama. Kalau warga terbiasa memilah dari rumah, beban pengelolaan di hilir akan jauh lebih ringan,” sebutnya.

KELOLA SAMPAH: Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto saat melakukan pengecet pengelolaan sampah di TPA Tlekung Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Untuk menjawab tantangan itu, Pemkot Batu telah menyusun roadmap pengelolaan sampah 2026. Ada lima langkah besar yang akan dijalankan. Diantaranya, mengurangi timbulan sampah hingga 44 ribu ton per tahun, baik dari rumah tangga maupun kawasan wisata.
Lalu gerakan Dekomposter Desa/Kelurahan dengan target distribusi 10 ribu komposter rumah tangga, Green Nation Campaign berupa aksi bersih kota dan panen raya kompos, penguatan kelembagaan dan infrastruktur TPS3R serta rumah kompos di tiap kecamatan hingga RW dan pendanaan berlapis mulai dari APBD minimal 3 persen, dana desa, CSR, hingga bantuan pihak ketiga.
“Ini bukan sekadar target angka. Kami ingin membangun ekosistem ekonomi sirkular, di mana sampah bukan lagi masalah, tapi sumber daya,” jelas Heli.
Meski sudah berjalan, Pemkot Batu masih menghadapi dua tantangan besar pendataan dan kesadaran masyarakat. Pendataan detail penting agar kebijakan tepat sasaran. Sementara itu, partisipasi aktif warga jadi kunci agar program tidak berhenti hanya di atas kertas.
“Kalau semua bergerak, Kota Batu bisa jadi percontohan kota wisata yang bersih dan lestari,” tambahnya.
Heli menegaskan, arah kebijakan ke depan bukan hanya memperbanyak infrastruktur pengolahan sampah, tapi juga memperkuat edukasi dan pendampingan teknis. RT, RW, hingga kelembagaan pengelola sampah akan didampingi agar bisa mandiri.
“Kami ingin perilaku warga berubah. Dengan begitu, masalah sampah bisa ditekan dari hulunya,” tutupnya. (Ananto Wibowo)