
MALANG POST – Upaya inovatif dilakukan oleh mahasiswa Prodi PGSD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM). Mereka mengenalkan metode ScrapSculpt berbasis mnemonik dengan bahan plastik daur ulang.
Di bawah bimbingan Dr. Dyah Worowirastri Ekowati, M.Pd., program yang dijalankan di SD Muhammadiyah 9 Malang ini memilih pendekatan Culturally Responsive Teaching untuk mengatasi kesulitan dominan yang dialami anak berkebutuhan khusus (ABK), yakni distingsi huruf.
Adapun tim ini digawangi oleh Nadia Aurellia Rahmadani selaku ketua, bersama anggota Lusyana Agustin, Tarisa Cindy Fatmawati, dan Fenni Amelia Wijaya. Program ini lahir dari keprihatinan atas kondisi media pembelajaran yang cenderung umum. Padahal kesulitan yang dihadapi anak ABK ini bersifat spesifik, yakni perbedaan persepsi huruf yang menghambat proses membaca sejak dini. Melalui ScrapSculpt, tim berupaya menghadirkan solusi berbasis kreativitas dan keberlanjutan lingkungan.
“Kami ingin memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan sekaligus memudahkan anak-anak dalam mengenal huruf. Dengan memanfaatkan plastik sebagai bahan media pembelajaran, kami juga berusaha menanamkan kepedulian lingkungan sejak dini,” ujar Nadia.
Tim ini sudah turun ke lapagan sejak Juli lalu hingga saat ini. Peserta kegiatan melibatkan 18 siswa ABK, empat guru pendamping khusus, dan tim mahasiswa PGSD UMM angkatan 2022. Fokus program diarahkan pada pemanfaatan media berbahan plastik yang diolah menjadi ScrapSculpt serta strategi mnemonik yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran. Kegiatan ini terdiri dari beberapa tahapan. Yakni pengenalan konsep dasar huruf kepada siswa dengan bantuan media berbahan plastik dan pembelajaran kontekstual yang menekankan keterkaitan huruf dengan benda nyata di sekitar anak.

“Ketiga, variasi permainan edukatif berbasis mnemonik untuk memperkuat daya ingat. Tahap terakhir berupa refleksi bersama siswa dan guru untuk mengevaluasi efektivitas kegiatan,” tambahnya.
Tak berhenti pada tahap implementasi, tim PKM-PM telah merencanakan kegiatan lanjutan berupa monitoring perkembangan ABK, refleksi bersama mitra sekolah, evaluasi program, hingga penyusunan buku pedoman yang dapat dijadikan acuan bagi guru pendamping khusus.
Adapun metode mnemonik cocok untuk anak ABK dalam pembelajaran distingsi huruf karena teknik ini membantu menghubungkan huruf dengan gambar, cerita, atau asosiasi yang mudah diingat, sehingga memudahkan proses memori dan pemahaman. Anak ABK sering mengalami kesulitan dalam memproses informasi abstrak, dan mnemonik mengubah materi yang sulit menjadi lebih konkret, menarik, dan bermakna. Dengan cara ini, kemampuan visual dan imajinasi anak dapat dimaksimalkan, sehingga mereka lebih cepat mengenali, membedakan, dan mengingat huruf dengan cara yang menyenangkan dan tidak membebani kognitif mereka.
Kehadiran mereka mendapatkan dukungan penuh dari pihak sekolah. Kepala SD Muhammadiyah 9 Malang, Arip Hidayat, M.Pd.I. menyampaikan apresiasi terhadap program ini. Menurutnya, ScrapSculpt dapat menjadi sarana pembelajaran alternatif yang mendukung kebutuhan khusus siswa, sejalan dengan komitmen sekolah dalam menyediakan pendidikan yang inklusif.
Dyah selaku dosen pembimbing, menilai program ini tidak hanya relevan dengan kebutuhan sekolah, tetapi juga mencerminkan kontribusi nyata mahasiswa terhadap pembangunan inklusif. “Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga mempraktikkan pengetahuan mereka untuk menjawab permasalahan di masyarakat,” tuturnya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)