
DITUTUP: Seorang afiliator di Kota Batu kehilangan pekerjaan sampingannya untuk sementara waktu, pasca ditutupnya live TikTok. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Malam itu, Sabtu (30/8/2025), layar ponsel Rista Amelia (32) mendadak terasa berbeda. Aplikasi TikTok yang biasanya ia gunakan untuk berjualan, tiba-tiba tak lagi menampilkan tombol siaran langsung alias live.
Padahal, bagi perempuan asal Desa Sumberejo, Kecamatan Batu, Kota Batu itu, fitur live adalah ‘mesin uang’ yang tiap hari ia andalkan.
“Waktu itu saya mau live seperti biasa, ternyata tidak bisa. Saya kaget, ternyata memang semua afiliator tidak bisa live,” kata Rista saat ditemui, Senin (1/9/2025).
Penutupan fitur live TikTok oleh manajemen Indonesia ini memang bertepatan dengan memanasnya aksi demonstrasi di sejumlah daerah, terutama Jakarta. Namun, dampaknya langsung terasa hingga ke Kota Batu. Para afiliator maupun pelaku UMKM yang menggantungkan nasib pada siaran langsung, seketika kehilangan panggung jualannya.
Rista bukan sembarang pengguna TikTok. Lewat akun @zahwaasyabiya1 yang kini memiliki 54 ribu pengikut, ia sudah dua tahun terakhir aktif menjadi afiliator. Produk yang ia pegang mayoritas pakaian perempuan, mulai daster hingga kardigan.
Ketika live masih normal, omzet penjualannya bisa bikin tercengang. “Kalau pas ramai, omzet bisa sampai Rp16 juta sehari. Rata-rata ya Rp 10 juta. Dari situ afiliator dapat 10 persen,” ungkapnya.
Artinya, sekali live, Rista bisa membawa pulang penghasilan antara Rp1 juta hingga Rp1,6 juta. Jumlah yang tentu tak kecil, apalagi jika dihitung dalam sebulan.
Kini, situasinya jauh berbeda. Tanpa live, Rista hanya bisa mengandalkan unggahan video promosi produk. Namun hasilnya tak sebanding. “Kalau dari video saja, paling cuma dapat sedikit. Jauh sekali sama live. Tapi mau bagaimana lagi, ini sementara harus saya jalani,” ujarnya.
Meski begitu, Rista tak mau larut dalam kekecewaan. Ia mencoba tetap konsisten membuat konten video, sembari menunggu kabar baik. Dari informasi grup WhatsApp sesama afiliator, fitur live baru akan aktif kembali pada 13 September 2025 mendatang.
‘Harapan saya, TikTok bisa segera membuka lagi live. Karena ini bukan hanya soal afiliator, tapi juga banyak UMKM yang hidup dari sini,” tegasnya.
Di luar aktivitasnya di dunia maya, Rista juga berstatus sebagai seorang wanita karir. Kesibukan itu tak menghalanginya untuk tetap berjualan. Justru, ia pandai membagi waktu antara pekerjaan formal dan live TikTok.
“Biasanya pagi sebelum berangkat kerja saya sempatkan live sebentar. Pulang kerja, saya lanjut lagi sampai malam. Hidup saya ini ya cuma kerja kantor, lalu pulang langsung live. Begitu setiap hari,” katanya.
Kini, rutinitasnya berubah. Tanpa live, Rista hanya bisa mengunggah video produk di sela-sela aktivitas. “Kalau live rasanya lebih dekat dengan pembeli, bisa ngobrol langsung. Itu yang bikin produk lebih cepat laku. Jadi, kehilangan live ini rasanya memang seperti kehilangan ladang rezeki,” ungkapnya.
Seperti halnya Rista, ratusan afiliator lain di berbagai daerah kini sedang gigit jari. Penutupan fitur live TikTok membuat rantai perdagangan online yang tumbuh subur dalam beberapa tahun terakhir mendadak terputus.
Namun, mereka tetap berharap kondisi segera kembali normal. “Selama ini live TikTok itu sangat membantu kami. Kalau dibuka lagi, pasti banyak yang lega, termasuk UMKM yang bergantung dari sini,” kata Rista.
Baginya, berjualan lewat TikTok bukan sekadar mencari tambahan penghasilan. Lebih dari itu, ia sudah menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup. “Kalau ditanya apa bedanya, live itu bikin saya merasa punya toko sendiri, meski hanya lewat layar ponsel,” pungkasnya. (Ananto Wibowo)